Liputan6.com, Surabaya - Pakar hukum perdata dan hukum kontrak Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Faizal Kurniawan menjelaskan terkait polemik persoalan PT Antam versus Budi Said.
Menurut pria yang menjadi saksi ahli dalam sidang kasus tersebut, PT Antam tidak bisa dimintai pertanggungjawaban terhadap 1,1 ton emas sebagaimana diskon yang dijanjikan oleh oknum pegawainya yang telah dipecat.
Baca Juga
’’Jika dilihat secara objektif memang seperti itu,’’ ucap Faizal, Jumat (22/1/2021).
Advertisement
Faizal mengungkapkan fakta bahwa oknum pegawai PT Antam yaitu Endang Kumoro beserta sejumlah oknum lainnya telah terbukti melakukan perbuatan pidana.
’’Artinya, ada permufakatan jahat di antara mereka. Ini mengindikasikan bahwa Endang Kumoro cs telah melakukan perbuatan yang melampaui kewenangan dari jabatannya," ujarnya.
Disinggung apakah PT Antam yang harus menanggung persoalan tersebut, Faizal berpendapat tidak.
’’Memang di KUH Perdata ada yang namanya vicarious liability. Namun, tidak serta merta kesalahan anak buah adalah tanggung jawab majikan jika yang dilakukan anak buah di luar kewenangannya dan merupakan percobaan tindak pidana," ucapnya.
Menurutnya, dalam perkembangan dunia modern, prinsip tersebut tidak bisa dilakukan secara strict (Ketat).
“Harus dilihat kasus per kasus,” ujar Faizal.
Dan dalam kasus Antam ini, dia menyimpulkan bahwa PT Antam tak bisa bertanggung jawab atas kesalahan pegawainya.
’’Dalam transaksi, selalu berlaku bahwa penjual dan pembeli harus sama-sama punya itikad baik,’’ ucap Faizal.
Faizal mengatakan, kasus ini bisa menjadi pelajaran bagi semua pihak dalam melakukan transaksi. "Terutama transaksi-transaksi yang melibatkan uang dalam jumlah besar," ujarnya.
Sementara itu, pihak Antam melalui keterangannya menganggap tuntutan Budi Said tidak berdasar. Saat ini Antam melalui kuasa hukum sedang melakukan proses banding.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Jadi Sorotan
PT Aneka Tambang Tbk (Antam) menarik perhatian karena gugatan yang dilayangkan pengusaha asal Surabaya, Budi Said. Antam harus membayar kerugian senilai Rp 817,4 miliar atau setara 1,1 ton emas.
Melalui kuasa hukumnya, Ening Swandari, perkara tersebut didaftarkan ke Pengadilan Negeri Surabaya pada 7 Februari 2020 dengan nomor perkara 158/Pdt.G/2020 PN Sby.
Berdasarkan keputusan akhir yang resmi diketok Rabu 13 Januari 2021, Antam harus membayar kerugian senilai Rp 817,4 miliar atau setara 1,1 ton emas. Kasus ini berawal dari pengakuan Budi saat membeli ribuan kilogram emas.
Melalui pemasaran Antam bernama Eksi Anggraeni, transaksi pembelian senilai Rp3,5 triliun terjadi. Budi menegaskan bila kesepakatan awal emas yang Ia dapatkan berjumlah 7.071 kilogram, tetapi emas batangan yang diterimanya hanya sebesar 5.935 kilogram.
Tak terima dengan selisih 1.136 kilogram yang telah disepakati, Budi akhirnya melayangkan gugatan kepada Antam. Ia menegaskan bila pembelian emas tersebut dilakukan karena ada program potongan harga yang ditawarkan.
Budi sempat memberikan surat kepada Antam di Surabaya, tetapi, tak pernah dibalas. Ia akhirnya memberikan surat kepada Antam di Jakarta, tetapi perseroan hanya memastikan bila pihaknya tak pernh menjual emas dengan potongan harga.
Setelah hampir setahun menjalankan gugatan, Budi akhirnya menang dan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya memberikan isyarat kepada Antam untuk membayar kekurangan emas.
Advertisement