Sukses

Bawaslu: Risma Tak Terbukti Kampanye Terselubung di Pilkada Surabaya 2020

Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Surabaya menyatakan, Tri Rismaharini tidak terbukti melakukan pelanggaran dugaan kampanye terselubung Pilkada Surabaya 2020.

Liputan6.com, Surabaya - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Surabaya menyatakan, Tri Rismaharini atau Risma tidak terbukti melakukan pelanggaran dugaan kampanye terselubung Pilkada Surabaya 2020.

Ketua Bawaslu Kota Surabaya Muhammad Agil Akbar mengatakan, surat Risma kepada warga Surabaya untuk memilih salah satu pasangan calon tidak mencantumkan jabatan sebagai Wali Kota Surabaya.

"Lalu, surat tersebut memiliki kode batang yang kemudian apabila di-scan itu tertembus pada PDIP Jawa Timur," kata Agil Akbar dalam sidang sengketa hasil pilkada di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, dikutip dari Antara, Selasa (2/2/2021).

Surat itu diterbitkan pada tanggal 22 November 2020 yang merupakan hari Minggu atau hari libur sehingga Tri Rismaharini tidak memerlukan izin cuti kampanye.

Sementara itu, untuk dalil memanfaatkan pertemuan dalam kapasitas sebagai Wali Kota Surabaya untuk mengajak memilih pasangan nomor urut 01 Eri Cahyadi-Armuji, Bawaslu mencatat Tri Rismaharini melakukan kampanye sebanyak 21 kali dan tidak ditemukan adanya dugaan pelanggaran pemilihan.

Soal ditemukannya baliho bergambar Eri Cahyadi dan Armuji beserta Risma, Bawaslu menilai baliho itu bukan termasuk alat peraga kampanye karena saat itu belum ditetapkan sebagai calon.

Adapun pasangan calon Machfud Arifin dan Mujiaman menyebut pelaksanaan Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya diwarnai pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), di antaranya dengan keterlibatan pemerintah kota dalam memfasilitasi pasangan calon nomor urut 01 Eri Cahyadi-Armuji.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Tidak Sertakan Bukti

Kecurangan yang disebut pemohon, antara lain Tri Rismaharini yang saat itu masih menjabat sebagai wali kota seolah menjadi simbol pemenangan pasangan Eri Cahyadi-Armuji dan menggunakan bantuan sosial pemerintah pusat untuk pemenangan pasangan itu.

Namun, pemohon tidak menyertakan alat bukti untuk dalil masifnya keterlibatan Pemerintah Kota Surabaya dalam upaya pemenangan salah satu calon.

Pihak terkait Eri Cahyadi-Armuji pun dalam sidang itu membantah keterlibatan dalam program-program Pemerintah Kota Surabaya yang dilaksanakan di kediaman Tri Rismaharini dan justru menyebut Machfud Arifin dan Mujiaman yang lebih sering melibatkan aparatur sipil negara.