Liputan6.com, Surabaya - Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyatakan, update dan pemutakhiran data penting dilakukan agar intervensi program kesejahteraan sosial bisa dilakukan lebih akurat dan terukur.
"Data di lapangan sangat dinamis. Misal ada data yang berubah karena penambahan anggota keluarga, penambahan harta kekayaan karena warisan, kepindahan, ataupun pengurangan anggota keluarga karena meninggal dunia dan lain sebagainya. Antara inclusion dan exclusion error ini bedanya sangat tipis sekali, untuk itu betapa pentingnya update data ini,” ujarnya, Kamis (1/4/2021).
Khofifah mengatakan, dalam update dan pemutakhiran data, prosesnya harus dimulai dari hulu atau tingkat bawah seperti RT, RW, Desa/Kelurahan sampai ke tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi hingga ke hilir yakni tingkat pusat.
Advertisement
Hal ini dikarenakan proses pengurusan administrasi terkecil dimulai dari tingkat bawah. Seperti pengajuan surat keterangan kematian, surat nikah, hingga surat pengantar kerja, dan lain-lain. Sehingga mobilitas penduduk diketahui lebih awal dari wilayah administratif terkecil yaitu desa dan kelurahan.
"Data ini harus bottom up proses, sehingga proses update data ini mestinya mulai dari para lurah dan kepala desa sehingga akan diperoleh akurasi data. Nah, Mekanisme seperti ini tidak semua memahami. Kalau kita berangkat dari undang-undang penanganan fakir miskin, maka proses update data itu dimulai di lurah dan desa,” ucap Khofifah.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Libatkan Pendamping Desa
Menurutnya, proses pemadanan data juga bisa dilakukan dengan melibatkan para pendamping desa dan pendamping Program Keluarga Harapan (PKH), yakni dengan mendata siapa saja yang dilakukan pendampingan.
Karena masing-masing induk kementerian melakukan update data dari para pendamping. Sehingga hal tersebut bisa dijadikan salah satu exercise atau contoh dalam melakukan pemadanan data.
“Misalnya pendamping desa ketemu dengan pendamping PKH mulai dari kecamatan dulu kira-kira ketemu format seperti apa. Ini dicoba dilakukan exercise di satu kecamatan di setiap kabupaten kota kemudian nanti ketemu lagi di mana kira-kira yang bisa dijadikan benchmark model. Kalau sudah ada benchmarking begitu mungkin di replikasinya lebih mudah,” ujarnya.
Advertisement