Sukses

LPSK Pastikan Beri Perlindungan Jurnalis Nurhadi di Surabaya

Keputusan perlindungan terhadap korban ditetapkan melalui Sidang Mahkamah Pimpinan LPSK pada Senin, 5 April 2021.

Liputan6.com, Surabaya - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memutuskan memberikan perlindungan terhadap jurnalis Nurhadi yang menjadi korban penganiayaan di Surabaya. Keputusan perlindungan terhadap korban ditetapkan melalui Sidang Mahkamah Pimpinan LPSK pada Senin, 5 April 2021.

Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengungkapkan, korban yang kemudian menjadi Terlindung LPSK itu diputuskan mendapatkan perlindungan fisik dan pemenuhan hak prosedural dengan beberapa pertimbangan.

"Pertama, kasus ini menarik perhatian publik. Kedua, kasus ini berhubungan dengan profesi korban sebagai jurnalis, yang mendapatkan tindakan penganiayaan saat sedang melaksanakan tugas jurnalistik," ujarnya, Selasa (6/4/2021).

“Ketiga, ada dugaan keterlibatan oknum aparat dalam kasus penganiayaan tersebut. Selain itu, ada potensi ancaman terhadap saksi dan korban. Selain korban, LPSK juga memberikan perlindungan terhadap saksi,” ucapnya.

Menurut Edwin, dengan diberikannya perlindungan terhadap korban dan saksi pada kasus tersebut, LPSK berhadap agar penegak hukum, dalam hal ini Polda Jawa Timur, bisa bekerja optimal untuk mengusut tuntas kasus ini.

Selain itu, lanjut Edwin, Polda Jatim yang juga mitra LPSK, diharapkan lebih memprioritaskan hak-hak korban. Salah satu hak saksi dan korban, tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana atau perdata atas kesaksian dan atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Terus Kawal Kasus

“Kami berpesan kepada saksi dan pihak-pihak terkait lainnya untuk terus konsisten, mengawal penegakan hukum terhadap kasus kekerasan yang dialami jurnalis Nurhadi,” ujarnya.

Edwin juga mengingatkan kepada setiap orang atau pihak tertentu yang memaksakan kehendaknya menggunakan kekerasan atau cara tertentu yang menyebabkan saksi dan atau korban tidak memperoleh perlindungan, atau menghalang-halangi saksi dan atau korban tidak memperoleh perlindungan atau bantuan.

"Mereka dapat dipidana penjara sebagaimana diatur pada Pasal 37 dan 38 Undang-Undang nomor 31 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban," ucapnya.