Sukses

Libatkan Banyak Kalangan, RAN PE Disebut Bagus Cegah Terorisme

Isnur mengatakan, RAN PE bagus karena ia partisipatif dan melibatkan seluruh kementerian dan lembaga yang selama ini dianggap tidak koordinatif.

Liputan6.com, Surabaya - Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE) yang diundangkan 7 Januari 2021, harus segera dijalankan.

Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur mengatakan, kelemahan banyak regulasi selama ini adalah di tingkat pelaksanaan. Perpres RAN PE secara konseptual sudah bagus, tapi pelaksanaannya juga harus bagus.

"Perpres ini memungkinkan melibatkan banyak kalangan. Kalangan kampus, akademisi kebagian banyak di situ," kata Isnur, Sabtu (10/4/2021).

Isnur mengatakan, RAN PE bagus karena ia partisipatif dan melibatkan seluruh kementerian dan lembaga yang selama ini dianggap tidak koordinatif. Padahal, untuk mengatasi terorisme, dibutuhkan kerjasama semua pihak.

"RAN PE relatif panjang dan relatif partisipatif dan benar Perpres tersebut adalah soft approach, pendekatan lunak dan melibatkan hampir seluruh kementerian dan kelembagaan yang selama ini kita anggap tidak koordinatif. Itu bagus," paparnya.

Bahkan, lanjutnya, pemerintah dalam penyusunan RAN-PE ini melibatkan Komnas Perempuan. Sebab, dalam perpres tersebut ada pembahasan isu gender dalam penanggulangan terorisme.

"Jadi secara isi, Perpres ini bagus karena melibatkan hampir semua institusi," tegasnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Jangan Salah Pilih

Sementara itu, Eks Narapidana Terorisme Sofyan Tsauri mengingatkan agar umat Islam tidak salah pilih guru agama agar tidak terjerumus pada perilaku intoleran.

"Anda harus punya guru yang baik, punya guru yang mencintai bangsa dan negara ini. Jangan asal guru, asal ulama sehingga kalian intoleran," jelasnya.

Selain itu, penting juga untuk mengembangkan minat baca terhadap kitab-kitab keagamaan. Radikalisme berkembang, kata dia, akibat minimnya minat baca serta gampang kagum terhadap tokoh tertentu yang memiliki pemahaman keagamaan radikal.

"Kurangnya baca dan berpaku pada satu dalil sehingga kita ini sering terkagum-kagum dengan tokoh yang di luar sana sehingga kita terlibat dalam kelompok mereka. Maka dengan muda kita akan terpapar dan ikuti paham mereka," paparnya.