Liputan6.com, Malang - Siti Aminah bersama beberapa perempuan paruh baya tampak sibuk memasak. Sore itu, di sebuah pos pengungsian mandiri di RT 8 RW 1, Desa Majangtengah, Dampit, Kabupaten Malang. Mereka merebus telur, menanak nasi, sambal goreng dan mie instan.
Mereka adalah warga terdampak gempa di Malang. Menu sederhana yang sedang dimasak itu untuk makan malam bersama. Sekaligus untuk untuk megengan atau punggahan, tradisi menyambut datangnya puasa ramadan.
Advertisement
Baca Juga
“Sekalian juga untuk sahur bersama nanti. Ada delapan keluarga yang tidur di tenda karena rumah rusak,” kata Aminah, Senin, 12 April 2021.
Bagi Aminah, puasa ramadan tahun ini jadi sebuah ujian. Bukan hanya karena pandemi yang belum juga selesai, tapi juga berlangsung usai bencana alam gempa bumi mengguncang. Rumah warga banyak yang rusak berat, sedang sampai ringan.
Apalagi gempa mengguncang hingga dua kali, berkekuatan magnitudo 6,1 pada Sabtu, 9 April siang dan magnitudo 5,4 pada Minggu, 10 April pagi. Ada trauma, menyebabkan mereka yang rumahnya rusak tak mau terburu-buru kembali menghuni ke dalam rumah.
“Belum berani kembali ke rumah, takut ambruk. Di luar saja, menu makanan seadanya dulu bersama warga lainnya. Ujian untuk ramadan kali ini,” ucap Aminah.
Ia dan beberapa warga lainnya mengaku baru satu kali mendapat bantuan berupa beras dan mie instan. Beruntung tetangga yang lebih mampu secara ekonomi masih ikut membantu. Serta ada sedikit bantuan dari gerakan sosial peduli gempa di Malang.
“Kalau buka puasa besok ya entah, sekarang hanya ada beras dan mie instan. Soal selimut, tempat tidur dan pakaian kan masih ada,” ujarnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Desa Terdampak Gempa
Purnawan, warga Dusun Krajan, Desa Majangtengah, Dampit, Malang, menyebut di dusunnya ada tiga musala dengan dua di antaranya rusak. Serta ada sebuah masjid yang kondisi tak begitu terdampak.
Karena kondisi itu pula tradisi megengan tak lagi di musala, melainkan makanan yang dibuat di rumah langsung dibawa ke masjid. Ini demi menghindari bahaya untuk jamaah itu sendiri. Bisa pula dimakan bersama-sama di tenda – tenda pengungsian.
“Dua musala itu tak mungkin digunakan untuk ibadah tarawih, karena mengkhawatirkan. Jadi semua dipusatkan di masjid,” ujar Purnawan.
Mengutip data posko penanganan pasca bencana, total ada 314 rumah warga Dusun Krajan, Desa Majangtengah yang terdampak. Rinciannya, 10 rumah roboh, 48 rumah rusak berat, 156 rumah rusak sedang, 73 rumah rusak ringan serta 11 rumah rusak dengan status masih dikaji.
Advertisement