Sukses

3 Sorotan DPRD terhadap Penanganan Covid-19 di Jatim

Anggota Komisi E DPRD Jatim Deni Wicaksono, menilai Jawa Timur tidak tidak memiliki desain strategi yang jelas dalam menghadapi pandemi Covid-19.

Liputan6.com, Surabaya - Anggota Komisi E DPRD Jatim Deni Wicaksono, menilai Jawa Timur tidak tidak memiliki desain strategi yang jelas dalam menghadapi pandemi Covid-19. Menurutnya, duet kepemimpinan Khofifah Indar Parawansa dan Emil Dardak belum mampu menjadi teladan publik dalam menghadapi pandemi.

“Tapi kita bersyukur, di tengah langkah dan strategi Pemprov Jatim yang tidak komprehensif dalam penanganan pandemi, kita masih memiliki para tenaga kesehatan yang bekerja penuh ketulusan. Terima kasih untuk bapak dan ibu insan kesehatan,” ujar Deni dalam keterangan tertulis, Senin (5/7/2021).

Politisi muda alumnus Universitas Airlangga itu menyebut ada tiga catatan penting yang membuatnya menilai tak ada kepemimpinan di Jatim terkait penanganan pandemi.

Pertama, Pemprov Jatim tidak memiliki desain strategi dan eksekusi yang terintegrasi dalam menghadapi pandemi. Publik tidak melihat bagaimana Gubernur memiliki desain strategi yang jelas berikut eksekusinya dalam penanganan pandemi.

“Soal 3 T, misalnya, tidak ada kepemimpinan dari Pemprov Jatim. Kita tidak pernah tahu bagaimana Pemprov Jatim mengejar rasio tracing ke tahap ideal 1:30. Juga bagaimana dengan target tes 1 per 1.000 penduduk, lalu berapa persentase kasus positif bisa dilacak kontak eratnya dalam sekian jam, berapa target persentase kontak erat yang melakukan karantina mandiri,” jelas Deni.

Deni juga menilai tidak ada mitigasi pada skenario-skenario terburuk. Misalnya bila kasus aktif mencapai 50.000, apa yang sudah disiapkan Pemprov Jatim. Juga bila sekian nakes terpapar seperti yang saat ini terjadi, apakah Pemprov Jatim sudah memiliki solusinya.

“Jika ada skenario terburuk, misal Covid-19 memuncak sampai 50.000 kasus aktif, apa yang sudah disiapkan Gubernur? Tidak ada. Seolah semua tiba masa tiba akal, rakyat yang jadi korban,” ujarnya.

Catatan kedua, Pemprov Jatim tidak cukup mampu mengoordinasikan antardaerah dalam penanganan pandemi.

“Masalah kisruh di Suramadu hanya satu contoh kecil betapa Pemprov Jatim tidak bisa memandu daerahnya dengan baik,” ujarnya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Belum Bisa beri Teladan

Ketiga, kepemimpinan di Pemprov Jatim tidak cukup mampu memberi teladan yang bisa membuat publik pada akhirnya patuh pada berbagai aturan terkait penanganan pandemi. Contohnya adalah masalah rangkaian pesta ulang tahun Khofifah dan Emil di kompleks Gedung Negara Grahadi yang mengundang kerumunan dan menghadirkan musisi tersohor.

“Gubernur, wagub, dan Sekda setali tiga uang dalam masalah pesta ulang tahun. Ketiganya tidak memberi teladan,” ujarnya.

Ketidakmampuan memberi teladan juga tampak dalam ikut sertanya Khofifah dalam pemilihan Ikatan Alumni (Ika) Universitas Airlangga.

“Ketika seluruh kepala daerah berjibaku hadapi pandemi, Gubernur Jatim malah nyalon ketua IKA UA, tentu dengan segenap upaya lobi dan manuver yang melelahkan, padahal semestinya energi beliau 100 persen fokus ngurus pandemi,” bebernya.