Liputan6.com, Surabaya - Sebuah video berdurasi 2 menit 17 detik viral memperlihatkan seorang pria di Kota Malang mengeluh bahwa jenazah kerabatnya di dalam peti tersebut mengantre dan terlantar hingga 28 jam lebih dan belum dimakamkan.
"Ini kita sudah di sini (salah satu RS Rujukan Covid-19 di Kota Malang) dari jam 01.00 WIB dan jam 17.00 WIB belum diambil juga. Saya tidak tahu mengapa demikian. Mungkin karena kita tidak memberikan uang atau apa saya gak tahu. Sudah sampai jam segini belum juga diangkut. Sebenarnya bukan apa-apa. Tapi kalau makin lama makin busuk dan membahayakan warga sekitar," ujar pria yang merekam video tersebut.
Baca Juga
Tak hanya itu, adapun satu pria lain berbaju merah yang menambahkan bahwa dirinya meminta tolong kepada Wali Kota Malang, Sutiaji untuk menegur sistem kerja di RS tersebut.
Advertisement
"Buat bapak Wali Kota Malang (Sutiaji) mohon ditegur siapa ketua gugusnya. Keluarga ini udah banyak yang antre atau bagaimana, tapi ini dikirim dengan nomor antrean. Kemarin ini nomor 19, tapi sampai sekarang belum terangkut. 28 jam lagi belum diangkut ini, kita tunggu beberapa jam lagi membusuk. Tim pemakaman di sana sudah menunggu dari jam 06.00. Jarak Mergosono dan RSSA tiga kilometer. Tapi belum dikirim-kirim ini. Sebabnya apa? Mohon dikoreksi dan mohon dikroscek sama tim gugus Covid-19," jelasnya.
Menanggapi video yang viral tersebut, Wali Kota Malang Sutiaji mengatakan, keterlambatan itu dikarenakan proses pemandian dan pemulasaraan jenazah memang cukup lama. Sehingga memang bisa saja terjadi penumpukan pemakaman.
"Jenazah yang meninggalnya di atas pukul 22.00 WIB mesti dilakukan pemulasaraan pagi. Kalau pagi berarti kan masih nunggu dan sempat teman-teman kemarin yang tim pemakaman dia baru bisa mulai diatas pukul 10.00 WIB. Ini kan masih ada yang hari kemarin sisanya. Sehingga ini terjadi penumpukan," ungkap Sutiaji, Jumat (16/7/2021), dikutip dari TimesIndonesia.
Sutiaji menambahkan, lambatnya proses pemakaman itu dikarenakan tidak terkonsentrasinya tempat pemakaman jenazah Covid-19, seperti halnya yang berada di wilayah DKI Jakarta.
Sehingga, kata Sutiaji, bisa menyebabkan tim pemakaman harus mengirim jenazah satu persatu ke daerah masing-masingnya.
"Lambat itu karena harus ngambil satu-satu. Jadi lambatnya ada di mobilitas. Kalau seperti di Jakarta kan yang lahan luas terus pakai alat berat itu tempatnya di satu titik saja. Kendalanya, masyarakat kita tidak mau. Masih ingin dimakamkan di tempat dekat dengan keluarganya dan seterusnya," paparnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Pemakaman Mandiri
Apalagi, lanjut Sutiaji, masyarakat Kota Malang sendiri saat ini sudah diperbolehkan untuk memakamkan jenazah Covid-19 secara mandiri. Namun, tentunya harus sesuai SOP.
"Ketika masyarakat tidak sabar menunggu giliran. Maka bisa dengan ambulan yang sudah disesuaikan SOP-nya untuk dimakamkan oleh pihak masyarakat," katanya.
Sementara, dari rekaman video yang menyebutkan bahwa harus bayar dulu agar jenazah Covid-19 cepat dimakamkan, Sutiaji secara tegas, jika memang terbukti, dirinya akan mengambil tindakan cepat. "Apakah itu harus ada uang, insyallah tidak. Dan jika ada itu kami akan tindak. Kalau dia ini dipercepat karena dia bayar dan tidak dipercepat karena dia tidak bayar, terus ada bukti, maka akan kami tindak. Jenazah kok dipermainkan," tegasnya.Â
Advertisement