Liputan6.com, Surabaya - Kepala Rumah Tahanan (Karutan) Kelas I Surabaya di Medaeng Sidoarjo Wahyu Hendrajati Setyo Nugroho mengungkapkan, wilayah kerjanya mengalami overkapasitas mencapai 300 persen.
Menurutnya, di tengah pandemi seperti saat ini dan overkapasitas maka salah satu upayanya adalah dengan menerapkan program asimilasi di rumah.
Baca Juga
"Selama 2021, kami sudah memberikan program asimilasi kepada 367 warga binaan," ujar Hendrajati, Sabtu (4/9/2021).
Advertisement
Hendrajati menyebutkan, overkapasitas Rutan Surabaya yang mencapai 300 persen membuat resiko penularan Covid-19 sangat tinggi. Idealnya, Rutan Surabaya hanya diperuntukkan 504 orang saja. Namun, per hari ini warga binaan mencapai 1.828 orang.
Hendrajati mengatakan, kondisi ini membuat pihaknya harus menjaga arus masuk dan keluarnya warga binaan. Mengingat, limpahan terdakwa dari APH di Surabaya juga sangat deras.
Setiap pekan, lanjut Hendrajati, pihaknya mendistribusikan ratusan warga binaan yang sudah mendapatkan putusan tingkat pertama ke lapas di seluruh Jatim.
"Namun input dari APH juga rata-rata sama. Sehingga jumlah warga binaan masuk dan keluar hampir sama,” urainya.
Oleh karena itu, Hendrajati mengungkapkan pihaknya juga menerapkan program integrasi maupun asimilasi di rumah yang diatur dalam Permenkumham Nomor 24 Tahun 2021.
Terbaru, lanjut Hendrajati, pihaknya memberikan program asimilasi di rumah kepada tujuh warga binaan.
“Program asimilasi di rumah bisa membantu kami dalam mengatasi overcrowded penghuni,” tutur Alumni AKIP angkatan 40 ini.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Tetap Dipantau
Kakanwil Kemenkumham Jatim, Krismono menegaskan, meski menjalani asimilasi di rumah, para warga binaan tetap dipantau. Pihak rutan telah berkoordinasi dengan Bapas Surabaya sebagai penanggungjawab klien pemasyarakatan.
Sebelumnya, Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) dari dua satker tersebut telah bersidang untuk menentukan layak tidaknya seorang warga binaan mendapatkan haknya yaitu asimilasi maupun integrasi di rumah.
“Kami juga berkoordinasi dengan penjamin, dalam hal ini adalah pihak keluarga dan perangkat desa atau kelurahan tempat warga binaan tinggal,” kata Krismono.
Sehingga, lanjut Krismono, apabila warga binaan tersebut berkelakuan tidak baik, maka TPP akan mendapatkan laporan. Hak asimilasi yang sebelumnya diberikan pun akan dicabut.
“Kalau melanggar ketentuan, apalagi melanggar hukum lagi (residivis) maka akan kami kembalikan dan masukkan ke straft cell,” tegas Krismono.
Advertisement