Sukses

Pemeriksaan Psikolog, Terlapor Sudah Fetish Mukena Sejak Sekolah Dasar

Terlapor kasus fetish mukena di Malang ini lolos jerat pidana dan akan menjalani terapi kejiwaan

Liputan6.com, Malang - DA, terlapor kasus fetish mukena di Malang, disebut telah mengalami fetisisme seksual sejak sekolah dasar. Sementara ini ia lolos dari ancaman jerat pidana lantaran polisi tidak menemukan unsur pidana dalam pekaranya.

DA, dilapokan ke polisi oleh tiga model korban fetish mukena. Sebab foto korban diunggah di akun Selfie Mukena di media sosial twitter milik telapor. Namun hasil pemeriksaan kepolisian menyebutkan tak ada unsur pidana dalam perkara tesebut.

“Saya tak ada maksud dan tujuan apapaun. Saya tertarik dan suka pada mukena itu. Saya minta maaf kepada publik dan khsusunya para model yang fotonya yang saya posting,” di Malang, Senin, 20 September 2021.

DA menyampaikan permintaan maaf itu di Mapolres Malang Kota saat kepolisian menggelar keterangan pers terkait hasil pemeriksaan kasus fetish mukena itu. Ia siap diproses secara hukum bila tindakannya itu terbukti melanggar hukum pidana.

“Saya siap diproses hukum bila tindakan itu melanggar hukum. Saya juga akan terapi terkait gangguan yang saya alami,” ujar DA.

Kepolisian melibatkan saksi ahli mulai dari ahli Bahasa, Kominfo Jawa Timur sampai psikolog untuk memeriksa terlapor. Salah satu hasil pemeriksaan, terlapor mengaku bila telah mengalami gangguan fetisisme seksual dengan obyek mukena sejak kecil.

Fakta itu disampaikan ahli psikolog klinis, Sayekti Pribadiningtyas, yang dilibatkan untuk pemeriksaan psikologis. Telapor mengaku bila mengalami gangguan itu sejak duduk di bangku kelas 4 sekolah dasar.

“Saudara DA kami simpulkan mengalami gangguan fetish sejak SD. Saat itu pernah dilaporkan oleh pihak sekolah ke orang tuanya. Sempat ke psikolog tapi tak ada kelanjutannya,” urai Sayekti.

Ia menambahkan, disebut gangguan itu bila berlangsung terus-menerus selama sekurangnya enam bulan. Sedangkan terlapor DA mengaku sudah mengalami gangguan fetisisme ini sejak kecil tanpa ada penanganan yang tepat.

Sayekti menyebut terlapor fetish mukena itu mengidap gangguan orientasi seksual berupa tertarik dengan mukena berbahan satin untuk melampiaskan hasratnya. Karena itu butuh terapi dan intervensi psikologis secara mendalam.

“Harus terapi dengan jangka waktu yang cukup lama karena tidak mudah mengatasi gangguan itu,” ujar Sayekti.

2 dari 2 halaman

Kronologi Kasus

Menurut Sayekti, fetisisme seksual merupakan penyimpangan seksual dengan ketertarikan pada benda daripada genital atau organ seksual. Melainkan tertarik pada benda mati maupun anggota tubuh yang umumnya dipandang bukan sebagai obyek seksual.

“Dalam perkara ini, DA memenuhi hasrat seksual dengan mukena dan dia menyukai mukena berbahan satin,” ujar Sayekti.

Kasus fetish mukena ini bermula tiga model yakni JH, AZK dan AM pada pertengahan Agustus lalu. Awalnya, ketiganya dihubungi oleh seseorang yang mengaku sebagai Riya, perempuan pemilik sebuah online shop khusus produk mukena.

Ketiganya ditawari jadi model untuk foto katalog dan endorse produk olshop itu. Saat sesi pengambilan foto, sosok R tak hadir. Justru DA yang datang dan mengaku sebagai adik dari perempuan tersebut.

Dalam perkembangannya, terbukti sosok Riya itu adalah terlapor DA itu sendiri. Foto – foto para model itu juga tak diunggah di akun olshop produk mukena itu. Justru disebar oleh akun Selfie Mukena di media sosial twitter milik pelaku.

Korban yang merasa dirugikan dan terganggu karena menerima banyak pesan tak senonoh di media sosialnya akhirnya melapokan kasus ini ke polisi. Kepolisian setelah menggelar pemeriksaan menyebut tak ditemukan unsur pidana dalam perkara ini.