Liputan6.com, Surabaya - Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Desa Banjarbendo, Kecamatan Sidoarjo, dalam sehari bisa mengolah sampah sekitar 50 sampai 60 ton menjadi tiga hingga lima ton briket, bahan alternatif untuk industri kecil.
"Sebelum diolah menjadi briket, terlebih dulu dilakukan pemilahan antara sampah oragnik dan non organik. Setelah dipilah, sampah dikeringkan sebelum dimasukkan ke mesin pencetak briket," ujar koordinator pengelolah TPST Desa Banjarbendo, Sugito, Selasa (23/11/2021).
Sugito menuturkan, proses pengolahan sampah dijadikan briket awalnya mencoba-coba. Berbagai ekperimen sudah dijalani.
Advertisement
Alumni Institut Teknologi Supuluh Nopember (ITS) Surabaya Jurusan Mesin itu mengaku untuk peralatan yang dipakai mengolah sampah jadi briket itu merupakan hasil karyanya sendiri.
"Saya mendesain sendiri peralatan dan mesin yang dipakai, mulai dari alat memilah sampah, mengeringkan hingga mesin untuk mencetak briket semua dirakit bersama timnya," ucapnya.
Pegiat lingkungan di Kota Delta ini mengungkapkan, modal utama berkecimpung dalam pengelolaan sampah yang paling penting adalah memiliki kepedulian terhadap kebersihan lingkungan. Sementara bisnis atau atau ekonominya otomatis akan mengikuti.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Iuran Rp 5 Ribu Per Bulan
"Berangkatnya kita peduli kepada lingkungan, peduli kepada kebersihan. Itu modal utama. Kemudian tidak berpikir orietasi bisnis, kalaupun ada pendapatan yang masuk itu hanya mengikuti saja. Seperti di TPST Desa Banjarbendo ini dikelola 14 orang, kita bisa memberikan penghasilan yang cukup," ujarnya.
Dalam mengelola sampah di desa tersebut, Sugito mengatakan pengelola menarik iuran kepada setiap Kepala Keluarga (KK) sebesar Rp 5 ribu per bulan sebagai jasa memungut sampah.
"Iuran ini yang dikelola untuk kebutuhan operasional bulanan TPST," ucapnya.
Advertisement