Sukses

Angka Perkawinan Anak di Magetan Masih Tinggi, Apa Sebabnya?

Ia menjelaskan perkawinan anak jelas tidak disarankan. Selain melanggar aturan, juga berdampak pada kesehatan reproduksi dan mental anak.

Liputan6.com, Magetan - Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, KB, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Kabupaten Magetan Furiana Kartini menyatakan, pihaknya mencatat ada 112 kasus pernikahan dini (anak) di wilayahnya hingga November 2021. 

Di Jatim sendiri, data Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur angka perkawinan anak mencapai 11.221 kasus hingga November 2021.

"Adapun penyebab dari kasus perkawinan anak tersebut, antara lain tingkat pendidikan, kemiskinan atau faktor ekonomi, sosial budaya, adat, pergaulan bebas, dan hamil di luar nikah," ujarnya dikutip dari Antara, Sabtu (4/12/2021).

Ia menjelaskan perkawinan anak jelas tidak disarankan. Selain melanggar aturan, juga berdampak pada kesehatan reproduksi dan mental anak.

Pemerintah telah mengatur mengenai peraturan tentang perkawinan. Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak, yakni kurang dari 19 tahun.

Sesuai UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, batas usia perkawinan untuk perempuan dan laki–laki adalah 19 tahun, dari sebelumnya 16 tahun.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Sinergi

Furiana menambahkan, guna melakukan sosialisasi pencegahan perkawinan anak, dinasnya bersama dengan Pengadilan Agama Magetan dan Kemenag Magetan telah bersinergi untuk menekan angka pernikahan anak kurang dari 19 tahun.

"Kami juga menggelar talkshow dan advoksi Setop Perkawinan Anak yang berlangsung dari tanggal 1 hingga 3 Desember 2021," katanya.

Pihaknya menegaskan bahwa meningkatnya jumlah perkawinan anak perlu penanganan bersama. Tidak hanya pemerintah, namun juga orang tua, tokoh masyarakat, dan masyarakat, demikian Furiana Kartini.Â