Liputan6.com, Malang - Gunung Semeru erupsi pada akhir pekan kemarin dengan mengeluarkan lahar dan awan panas. Musim hujan jadi salah satu pemicu terbesar terjadinya bencana alam tersebut. Tumpukan material atau kubah lava tergerus hujan lalu turun menjadi lahar material panas.
Guru Besar Geologi dan Kebencanaan Universitas Brawijaya Malang, Adi Susilo, mengatakan berdasarkan data setiap hari Gunung Semeru erupsi dalam skala kecil sebanyak 50 kali. Letupan kecil itu mengeluarkan material yang tertumpuk di atas.
Advertisement
Baca Juga
“Hujan jadi pemicu besar membuat tumpukan material tidak padat dan renggang di atas ambrol turun ke bawah menjadi lahar panas,” kata Adi Susilo di Malang, Senin, 6 Desember 2021.
Material vulkanik itu tidak mampu bertahan, ditambah kondisi curam sehingga jebol karena getaran dampak hujan. Meski dalam situasi hujan, guguran material pasir dan kerikil itu tetap menjadi lahar panas turun melalui sungai ke arah Lumajang.
“Jadi itu bukan hanya dari peningatan aktivitas vulkanik kemarin saja. Tapi tumpukan hasil erupsi atau letupan kecil sebelum-sebelumnya,” ujar Adi yang juga Kepala Pusat Studi Kebumian dan Mitigasi Bencana.
Meski begitu, peristiwa Gunung Semeru erupsi pada akhir pekan kemarin setidaknya jauh lebih baik. Sebab tumpukan material vulkanik sudah hampir terbawa turun semua. Bila tidak, justru berpotensi menimbulkan dampak lebih besar lagi.
“Kalau sekarang bisa jadi terjadi penumpukan baru karena setiap hari kan selalu ada letupan,” ucap Adi.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Mitigasi Bencana
Adi Susilo menyebut jenis erupsi berupa lahar besar pernah terjadi sekitar 1970-an silam. Saat itu lahar menyapu banyak bangunan dan kebun warga termasuk di wilayah selatan Malang. Seharusnya bencana ini bisa minimalisir.
Peristiwa erupsi pada kali ini seharusnya membuat semua pihak bisa berjaga-jaga. Menyusun langkah mitigasi agar kelak bila terjadi peristiwa serupa maka bisa diminimalisir agar tak menimbulkan korban jiwa.
“Mestinya volume material di atas Semeru itu bisa diprediksi. Entah dengan radar atau dengan teknologi lainnya,” kata Adi.
Hasil pemantauan kondisi di kubah lava Semeru tentang kemiringan curam dan tumpukan material pasir dan kerikil, dapat jadi langkah mitigasi. Bisa dilakuan tembakan dengan telemetri atau teknologi lainnya guna mencegah terjadinya bencana besar.
Aktivitas vulkanik melahirkan dua sisi yang berbeda yakni menjadi pendapatan bagi penambang pasir. Tapi di sisi kebencanaan seharusnya dapat diantisipasi oleh warga dan pemerintah daerah. Penambangan pasir harus tetap mematuhi aturan dan kewaspadaan bencana.
“Jangan sampai membangun rumah mendekati atau sungai-sungai karena ada potensi longsoran maupun banjir lahar,” ucap Adi.
Advertisement