Sukses

Surabaya Disebut Sebagai Kota Termacet di Indonesia, Begini Kata Pakar ITS

Dia menilai situasi kepadatan lalu lintas sebelum dan sesudah pandemi COVID-19 di Kota Surabaya masih relatif bagus.

Liputan6.com, Surabaya - Pakar Laboratorium Transportasi Institut Teknologi Sepuluh (ITS) Nopember Surabaya Hera Widyawati mempersoalkan hasil survei Global Traffic Scorecard 2021 yang dirilis perusahaan analisis data lalu lintas, INRIX, yang menempatkan Kota Surabaya sebagai kota termacet di Indonesia.

Dia menilai situasi kepadatan lalu lintas sebelum dan sesudah pandemi COVID-19 di Kota Surabaya masih relatif bagus. 

"Begitu juga kondisi saat ini untuk level service di Kota Surabaya menunjukkan pada kategori C. Artinya, cukup bagus, padahal sebelum pandemi Kota Surabaya berada pada kategori D yang berarti relatif macet," kata Hera Widyawati di Surabaya, Sabtu (15/1/2022), dikutip dari Antara.

"Jika survei dilakukan pada saat pandemi, artinya belum normal bila kita semua tidak berupaya agar pengendara kendaraan pribadi itu beralih ke angkutan umum, maka akan terjadi Surabaya semakin macet," katanya.

Hera menjelaskan, pihaknya juga tidak bisa menghubungi perusahan analisis data lalu lintas tersebut. Oleh karena itu, pihaknya hanya bisa melakukan pemantauan melalui pemberitaan pada beberapa media.

"Perhitungannya adalah selisih gate (gerbang) antara pada waktu macet dan tidak macet. Jadi kalau macetnya pendek, maka gate-nya banyak, kalau melihat dari itu akan susah," ujarnya.

Padahal, kemacetan yang terjadi di Kota Surabaya adalah pada waktu tertentu, serta pada beberapa akses keluar masuk kendaraan di Kota Pahlawan. Indikator lainnya adalah menggunakan GPS anonim.

"Dulu kami memiliki ide, bahwa untuk melihat suatu kepadatan jalan adalah menggunakan big data yang diambil dari mobile atau dari provider. Kemudian yang tidak bisa terdeteksi adalah jenis kendaraan," ujar dia.

Sebagai pengamat sekaligus pengguna jalan, ia menyampaikan, bahwa arus lalu lintas Kota Surabaya masih bisa terjangkau. Maka, menurut dia, alangkah lebih bijak bila melihat sebuah kemacetan adalah berdasarkan travel time.

"Kalau kita mau melihat suatu kemacetan, satu jalan saja itu mungkin akan berbeda dengan kalau kita melihat beberapa jalan. Jadi mungkin akan lebih bijak kalau kita melihat travel time," ujarnya.

2 dari 2 halaman

Pertanyakan Indikatornya

Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Surabaya Tundjung Iswandaru mengatakan, berdasarkan data, lalu lintas di Kota Surabaya saat ini dinyatakan cukup baik atau relatif lancar.

Menurut dia, hal itu ditandai dengan survei dan data Dishub Surabaya bahwa vc ratio di Kota Surabaya cukup bagus, yaitu 0,6 berarti masih kondisi yang cukup bagus. Artinya, kendaraan yang melewati jalan tersebut masih bisa ditampung.

Sedangkan untuk kecepatan rata-rata atau kecepatan antarkendaraan, berada di angka 40 sampai 41. Kemudian, terkait dengan adanya 63 jam atau waktu kehilangan akibat kemacetan, Tundjung menguraikan, apabila dibagi menjadi 360 hari, maka sekitar 10 saja menit waktu yang terbuang di setiap kemacetan.

Tundjung mengaku, tidak mengetahui indikator apa saja yang digunakan oleh perusahaan tersebut dengan menjadikan Surabaya sebagai kota termacet di Indonesia. Sebab, bila dilihat pada situasi dan kondisi, Kota Surabaya hanya menunjukkan kemacetan pada pagi dan sore hari.

"Saya tidak tahu yang menjadi dasar apa Surabaya menjadi kota termacet, mereka dihubungi juga tidak bisa. Tapi di situ ditulis bahwa membandingkan jam sibuk dengan jam tidak sibuk, memang ada waktu yang terbuang, tetapi mereka tidak berbicara soal waktu yang ditempuh," ujarnya.