Sukses

Mengulik Sejarah dan Legenda Banyuwangi yang Tak Banyak Orang Tahu

Sampai saat ini, nama Banyuwangi tercatat berawal dari peperangan dahsyat, yaitu Puputan Bayu. Puncak peperangan ini kemudian dijadikan sebagai Hari Jadi Banyuwangi yang rutin diperingati setiap tahunnya.

Liputan6.com, Banyuwangi - Sejarah Banyuwangi tidak lepas dari cerita panjang Kerajaan Blambangan. Bahkan, Hari Jadi Banyuwangi yang diperingati setiap 18 Desember itu diambil dari sejarah panjang kerajaan di ujung timur Pulau Jawa ini. Tepatnya pada peristiwa pada 18 Desember 1771 yang merupakan puncak dari perang Puputan Bayu.

Namun, sebelum peristiwa fenomenal itu berlangsung, sebenarnya ada peristiwa lain yang juga mengandung kisah heroik penuh patriotisme. Yakni pada tahun 1768, Pangeran Puger, putra Wong Agung Wilis mengerahkan pasukan Blambangan untuk melakukan penyerangan ke benteng VOC di Banyualit.

Pejuang Blambangan pada peristiwa itu kalah telak. Pihak musuh sama sekali tidak menderita kerugian apapun.

Pangeran Puger turut gugur dalam peristiwa ini. Sedangkah Wong Agung Wilis ditangkap dan dibuang ke Pulau Banda (Lekkerkerker, 1923). Namun, peristiwa ini tak tercatat secara lengkap pertanggalannya.

Sampai saat ini, nama Banyuwangi tercatat berawal dari peperangan dahsyat, yaitu Puputan Bayu. Puncak peristiwa peperangan ini kemudian dijadikan sebagai Hari Jadi Banyuwangi yang rutin diperingati setiap tahunnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan. 

 

2 dari 3 halaman

Legenda Asal Usul Banyuwangi

Pada zaman dahulu wilayah paling timur Pulau Jawa dipimpin oleh seorang raja bernama Prabu Sulahkromo. Ia dibantu oleh seorang patih bernama Patih Sidopekso.

Patih Sidopekso memiliki istri bernama Sri Tanjung yang parasnya cantik dan elok. Sang raja terpesona dengan istri patih itu.

Muncullah akal licik Prabu Sulahkromo. Ia memberikan tugas kepada Patih Sidopekso agar bisa terpisah dari istrinya. Sepeningalnya patih, sang raja melakukan aksinya. Ia merayu Sri Tanjung.

Namun, istri Patih Sidopekso tetap teguh hatinya mencintai sang suami. Rayuan Prabu Sulahkromo tak kunjung berhasil.

Setelah Patih Sidopekso kembali, Prabu Sulahkromo memfitnah jika Sri Tanjung telah merayunya. Tentu saja Patih Sidopekso marah kepada istrinya. Patih percaya begitu saja dengan omongan sang raja.

Lalu Patih Sidpekso segera menikamkan kerisnya ke dada Sri Tanjung. Darah memercik dari tubuh Sri Tanjung dan mati seketika.

Mayat Sri Tanjung segera diceburkan ke sungai dan sungai yang keruh itu berangsur-angsur menjadi jernih seperti kaca serta menyebarkan bau harum, bau wangi.

Patih Sidopekso terhuyung-huyung, jatuh dan ia jadi linglung, tanpa ia sadari, ia menjerit, "Banyu... wangi.... Banyu... wangi...".

Berdasarkan legenda ini, Banyuwangi terlahir dari bukti cinta istri pada suaminya.

 

3 dari 3 halaman

Banyuwangi Kini

Banyuwangi kini menjadi salah satu daerah tingkat II di Jawa Timur. Nama Banyuwangi sudah tak asing lagi di telinga. Hal ini selaras dengan berbagai sisi unik dan keunggulan yang ditonjolkan oleh Kabupaten Banyuwangi.

Kabupaten Banyuwangi berbatasan dengan Kabupaten Situbondo di utara, Selat Bali di timur, Samudera Indonesia di selatan, serta Kabupaten Jember dan Bondowoso di barat.

Panjang garis pantai Kabupaten Banyuwangi mencapai 175,8 km. Sekitar 5.782,50 km persegi dari luas kabupaten ini adalah daerah kawasan hutan yang terdiri dari persawahan, perkebunan, dan permukiman. Sisanya untuk jalan, ladang, dan sebagainya.

Wilayah dataran tinggi Kabupaten Banyuwangi merupakan daerah penghasil produk perkebunan. Sedangkan wilayah dataran rendah kabupaten ini penghasil produk pertanian dan biota laut.