Sukses

Pria di Banyuwangi Dilaporkan Polisi, Diduga Gelapkan Uang Kuliah ke China

Seorang pria berinisial AS dilaporkan ke Polresta Banyuwangi. Pria tersebut dilaporkan atas dugaan penggelapan uang ratusan juta rupiah dalam program beasiswa ke China.

Liputan6.com, Banyuwangi - Seorang pria berinisial AS dilaporkan ke Polresta Banyuwangi. Pria tersebut dilaporkan atas dugaan penggelapan uang ratusan juta rupiah dalam program belajar ke China.

Pelapor yakni seorang wanita berinisial PA, seorang pengusaha bisnis travel dan perjalanan di Banyuwangi. Ia sudah melaporkan perkara ini sejak Oktober 2021 lalu.

Kuasa hukum pelapor, Muhammad Firdaus Yulianto mengatakan bila kliennya dan terlapor sebelumnya merupakan mitra kerja dalam urusan biaya pelajar untuk bisa melanjutkan jenjang pendidikan ke negeri Tiongkok.

Program beasiswa tersebut diadakan pada 2019 atau sebelum adanya pandemi Covid-19. PA diminta untuk menjadi afiliator bertugas merekrut pelajar. Sedangkan terlapor bertugas mengurus kebutuhan yang bersifat administratif seperti Visa, pelatihan bahasa, dan jasa penerbitan LOA (Letter Of Acceptance) dari kampus tujuan.

"Karena terlapor ini pernah berkuliah di China sehingga dia menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi di sana," kata Muhammad Firdaus Yulianto, Jumat (11/2/2022).

Pelajar yang berhasil direkrut saat itu berjumlah 12 orang. Untuk bisa berangkat, setiap pelajar dikenakan biaya sebesar Rp 28 hingga Rp30 juta.

"Uang saat itu ditransfer ke rekening PT klien saya. Namun saat itu oleh klien saya uang ditransfer ke rekening istri AS dengan nominal Rp 300 juta lebih. Dengan tujuan agar syarat-syarat keperluan ke China bisa segera dipenuhi," ujarnya.

Namun saat itu sejumlah pelajar tidak kunjung diberangkatkan. Sebagian yang sudah di China juga terlunta-lunta tidak mendapat perguruan tinggi sesuai yang dijanjikan. Pelajar bahkan hampir diusir dari asrama.

"Saat itu awal-awal meledaknya Covid-19. AS berdalih pelajar tidak bisa berangkat karena masih lockdown. Sedangkan pelajar yang ada disana disebut masih belum mendapat kuota," lanjut dia.

Wali murid terlanjur geram sehingga, kliennya diminta mengembalikan uang. Kliennya pun menghubungi AS meminta agar uang tersebut dikembalikan karena sudah merasa gagal. Namun saat diminta, AS berdalih uang tersebut telah disetorkan ke agency yang ada di China. Namun AS tidak mampu menunjukkan bukti transfer.

"Akhirnya AS mengakui bila uang itu dia yang bertanggung jawab dan akan mengganti. Dibayar secara bertahap, namun hingga kini dari nominal Rp 300 juta masih hanya separuh yang dibayarkan," pungkasnya.

 

2 dari 2 halaman

Tahap Penyelidikan

Nyaris dua tahun, kata Firdaus, kliennya sudah berupaya persuasif meminta kekurangan dana itu segera dibayarkan. Namun terlapor justru tidak menggubris, akhirnya dilaporkanlah ke kepolisian.

Kasus tersebut sudah masuk tahap penyidikan, saat disidik AS bahkan diduga sempat melakukan manipulasi. Dengan menunjukkan bukti transfer palsu.

"Di hadapan polisi AS sempat menunjukkan bukti transfer dan diduga itu fiktif. Hal itu diakui sendiri oleh AS melalui saat chat WA dengan klien kami. Kemarin saat hendak ditemukan untuk dikonfrontasi AS tidak hadir," tandasnya.

"Kami berharap polisi mampu bertindak koperatif dalam menyelesaikan perkara tersebut,"pungkasnya.

Â