Sukses

Secuil Cerita Seniman Lukis di Terminal Pariwisata Terpadu Banyuwangi

Menempati lantai dua di sisi timur bangunan itu, Para seniman ini begitu fokus dalam mengkreasikan idenya.

Liputan6.com, Banyuwangi - Duduk bersila, pikiran yang terus berpacu dan kuas yang menari di atas kanvas. Begitulah keseharian para seniman lukis di Terminal Pariwisata terpadu Banyuwangi.

Menempati lantai dua di sisi timur bangunan itu, Para seniman ini begitu fokus dalam mengkreasikan idenya. Lukisan yang telah jadi, dipajang rapi di dinding, s eperti saat pameran.

Namun, lukisan yang ada di sini tak hanya sekedar sebagai bahan unjuk gigi semata, melainkan juga untuk diperjual belikan.

Salah satu pelukis, Purnomo mengatakan sedikitnya ada 6 stand yang ditempati oleh para seniman lukis kawakan Bumi Blambangan.

"Semuanya seniman yang sudah melanglang buana," kata dia, Rabu (16/3/2022).

Ada ragam produk seni seperti udeng, batik, pernak-pernik. Khusus lukisan, kata dia, yang di jual di tempat tersebut telah disesuaikan dengan segmentasi.

Harganya pun sangat terjangkau mulai dari puluhan ribu hingga jutaan rupiah.

"Karya yang ada di sini sudah kita sesuaikan dengan segmentasinya, yang dipasarkan di sini seperti ornamen, lukisan kaligrafi, baju lukis, tas lukis, harganya masih terjangkau dari Rp 50 ribu hingga Rp 5 jutaan," kata dia.

Kendati demikian, hingga kini para pelukis masih mengalami kesulitan dalam memasarkan karya. Pertama lantaran kunjungan yang masih sepi karena pandemi Covid-19.

Kedua, efek dari minimnya literasi masyarakat terhadap seni khususnya seni lukis.

Dia pun menyebut paradigma masyarakat di Bumi Blambangan ini yakni melabeli lukisan maupun kerajinan sebagai sesuatu yang eksklusif. Artinya selalu memiliki nilai rupiah yang selangit.

"Image lukisan itu kan ekslusif, harganya mahal padahal di sini sudah kami sesuaikan. Jadi tidak beli hanya pindah tempat selfie saja," ujarnya sembari tertawa.

 

2 dari 2 halaman

Tetap Semangat

Hal senada juga disampaikan oleh Handoko, salah seorang pelukis asal Rogojampi yang juga ikut menjajakan karyanya di Terminal Pariwisata Terpadu.

Dia pun menyebut masyarakat kerab kali takut saat masuk ke stand lukisan, karena berpikir harganya yang selangit.

"Kita sudah menjelaskan, namun ya begitu masyarakat kita belum siap. Sejak dibuka, yang membeli bisa dihitung dengan jari," ujarnya.

Kendati demikian, lanjut dia, para seniman di sini tak pernah patah arang. Sembari menunggu situasi yang tak kunjung ada titik terang ini, para pelukis memilih fokus memproduksi karya.

"Sembari saat ada pengunjung datang, kami juga mengedukasi masyarakat khususnya pelajar, kami yakin 5 tahun kedepan literasi masyarakat Banyuwangi terhadap seni juga akan semakin berkembang," tandasnya.

Â