Sukses

Nadah Banyu dan Resik Dandang, Tradisi Warga Songgoriti Batu Rawat Sumber Air

Warga Songgoriti Kota Batu menggelar tradisi itu selain untuk pelestarian air juga dalam rangka menyambut Ramadan

Liputan6.com, Batu - Warga Dusun Songgoriti Kelurahan Songgokerto Kota Batu menggelar tradisi tusuk bumi dan resik dandang. Tradisi itu sebagai ucapan syukur terhadap air sekaligus bersih diri menjelang datangnya bulan Ramadan.

Para sesepuh desa, tokoh agama dan warga berkumpul di Makam Mbah Supo, tokoh yang diyakini pendiri wilayah Songgoriti Kota Batu, dengan membawa pusaka, kemenyan sampai dandang penanak nasi. Mereka lalu berjalan beriringan menuju Simpang Tiga Songgoriti.

Tradisi tusuk bumi berupa nggaret bumi dimulai dengan seorang warga menorehkan ujung keris ke ujung jalan, lalu menariknya menuju sebuah pohon beringin tua. Beberapa warga menaburkan garam selama perjalanan itu, berakhir dengan keris ditancapkan di sela akar beringin.

Setelah itu warga menuju belik sumber mata air tak jauh dari Makam Mbah Supo. Di belik itu, dua orang bergantian merapal doa dalam bahasa Jawa dan secara Islam. Usai berdoa, dilakukan resik dandang, membersihkan alat penanak nasi. Serta nadah banyu, mengisi wadah dengan air.

Mishar, salah satu tokoh masyarakat Songgoriti, mengatakan tradisi itu melambangkan rasa syukur serta upaya pelestarian sumber air. Sekaligus simbol bersuci diri untuk bersiap menyambut datangnya bulan Ramadan.

“Kita semua hidup di bumi ini butuh air. Tradisi lama ini sebagai rasa syukur serta untuk pelestarian sumber air,” kata Mishar, Selasa, 22 Maret 2022.

Selain tradisi bersih desa sebagai ungkapan syukur terhadap hasil bumi, dulu para petani di Songgokerto, Kota Batu, selalu membersihkan alat pertanian seperti cangkul, sabit, garu dan lainnya menjelang Ramadan. Ada pula tradisi bersih kalen (sungai) bertujuan menjaga air.

“Ini tradisi baik agar sumber air selalu terjaga dengan baik sehingga bermanfaat bagi masyarakat,” ucap Mishar.

2 dari 2 halaman

Pelestarian Sumber Air

Mishar mengatakan tradisi tusuk bumi dan resik dandang merupakan uri-uri budaya, melestarikan tradisi lama. Agar air tak dinikmati maupun diekspolitasi berlebih, tapi juga dihormati dengan menjaga kelestariannya.

“Sekarang air kan dijual ke warga lewat PDAM dan lainnya, tapi keberadaan sumber air kurang dihormati,” ucapnya.

Dalam kegiatan itu sejumlah anak – anak turut diajak ikut serta. Agar tradisi lama itu tidak hilang serta paham pentingnya melestarikan lingkungan, termasuk menjaga keberadaan sumber mata air dan sungai. “Agar anak – anak paham pentingnya pelestarian sumber air,” kata Mishar.

Warga juga mengundang perwakilan pemerintahan desa maupun Dinas Lingkungan Hidup Kota Batu. Sebagai pengingat kepada pemerintah agar ikut aktif menjaga kelestarian lingkungan termasuk keberlanjutan sumber mata air.

Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup Kota Batu, Parman, mengatakan mengapresiasi uri-uri budaya dalam rangka pelestarian sumber mata air itu. Kegiatan itu sejalan dengan tugas instansi itu untuk menjaga indeks kualitas lingkungan hidup.

“Kelak akan kami kolaborasikan bersama agar acara pelestarian air seperti sekarang ini bisa digelar bersama,” ucapnya.

Berdasarkan data 2010 silam, di Kota Batu terdapat 111 sumber mata air dengan 51 sumber air di antaranya telah menyusut debit airnya. Parman tak membenarkan atau menampik data lama itu. Menurutnya, konservasi sumber air jadi tugas utama instansinya.

“Kami ada program penghijauan sebagai upaya konservasi di sumber air. Tapi untuk data terbaru yang belum tahu,” kata Parman.