Liputan6.com, Jakarta Ketua Pengurus Wilayah Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU) Jawa Timur Shofiulla mengungkapkan, kemungkinan penetapan awal Ramadan tahun ini akan berbeda antara pemerintah, Muhammadiyah dan NU.
“Nanti masyarakat akan ditawari dua pilihan, awal Ramadan pada Sabtu 2 April atau Minggu 3 April,” kata Shofi, Sabtu (26/3/2022).
Dia mangatakan, hal yang kemungkinan besar memancing perdebatan seru ialah terkait hasil pemantauan hilal atau rukyatul hilal yang dilakukan oleh NU di seluruh Indonesia.
Advertisement
"NU merupakan bagian dari tim pemantau Kemenag di seluruh Indonesia. Di Jawa Timur, kami melakukan pemantauan di 27 titik,” ujarnya.
Shofi menjelaskan, potensi perbedaan itu bermuara pada kriteria ketinggian minimal hilal dan elongasi saat dipantau pada 1 April nanti.
"Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, saat ini pemerintah memegang pendapat bahwa minimal ketinggian hilal saat dipantau yaitu tiga derajat dan elongasi minimal 6,4," ucapnya.
Kriteria yang dipegang Kemenag, merupakan hasil kompilasi seluruh dunia yang pernah disampaikan oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) yang menyampaikan bahwa pemantauan hilal yang akurat adalah minimal tiga derajat.
Pendapat itu pernah dirapatkan bersama ormas dan ahli Falak pada 2017 dan pada 2019 Kemenag memutuskan untuk menerapkan itu pada 2021. “Sekarang sudah 2022, artinya sudah berlaku,” ujarnya.
Beda Sikap
Sementara di NU sampai sekarang tetap memegang pendapat bahwa kriteria atau syarat ketinggian hilal saat dipantau minimal dua derajat.
Artinya, lanjut Shofi, andaikan tim rukyat ada yang berhasil melihat hilal pada 1 April, kemungkinan besar pemerintah tetap memutuskan untuk menyempurnakan Sya’ban 30 hari dan awal Ramadan jatuh pada Minggu, 3 April 2022.
“Andaikan hilal kelihatan pun oleh tim rukyat LFNU, pemerintah kemungkinan tidak akan menerima,” ucapnya.
Dikonfirmasi sikap NU jika itu terjadi, Shofi ogah berpendapat gamblang soal itu. Tentu saja hal itu akan dimusyawarahkan di NU.
Namun, dia mengaku sudah berdiskusi kecil dengan salah satu Rais Syuriah yang membidangi soal fatwa, termasuk urusan pemantauan hilal, pemerintah semestinya menerima jika nanti ada satu atau lebih tim LFNU berhasil melihat hilal, kendati ketinggian hilal tidak sampai tiga derajat.
Advertisement