Sukses

Tips Terhindar Beli Daging Gelonggongan Jelang Ramadan ala Guru Besar Unair

Helmi menjelaskan, daging gelonggongan dapat dilihat secara fisik. Yakni, melalui rembesan air dari daging yang cukup banyak. Jika disentuh, tekstur daging terasa lebih lembek dan warnanya lebih pucat.

Liputan6.com, Surabaya - Guru Besar Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Mustofa Helmi Effendi menyoroti fenomena daging gelonggongan yang acap kali beredar menjelang Ramadan.

"Penyediaan daging gelonggongan merupakan salah satu bentuk pelanggaran animal welfare. Jika tidak ada tindakan tegas, itu akan sangat merugikan masyarakat," ujarnya, Selasa (29/3/2022).

Dalam penggelonggongan daging, oknum akan memasukkan air sebanyak-banyaknya pada sapi hidup. Itu bermaksud untuk menambah berat daging saat penjualan. Hewan menjadi kesulitan berdiri secara normal.

“Sapi dengan kondisi sulit berdiri akibat penekanan sistem otot hingga hanya bisa terbaring. Inilah yang menjadi alibi peternak untuk segera menyembelih hewannya,” ucapnya.

Helmi menjelaskan, daging gelonggongan dapat dilihat secara fisik. Yakni, melalui rembesan air dari daging yang cukup banyak. Jika disentuh, tekstur daging terasa lebih lembek dan warnanya lebih pucat.

“Biasanya dalam 1 kilogram daging sapi gelonggongan, terdapat kandungan 300 gram air di dalamnya. Hal ini sangat merugikan konsumen,” ucapnya.

Helmi juga memberikan tips membeli daging. Jika ingin membeli daging, masyarakat hendaknya memilih daging yang digantung.

“Masyarakat harus mengetahui fungsi utama teknik hanging (digantung). Dengan posisi daging digantung, air akan keluar dari daging,” katanya.

“Tidak perlu pusing dan khawatir. Bila memang belum bisa membedakan secara langsung, beli di supermarket saja yang sudah terjamin kualitasnya. Namun, jika terpaksa membeli di pasar tradisional, masyarakat perlu menghindari pembelian daging yang diletakkan di meja,” imbau Helmi.

 

2 dari 2 halaman

Edukasi

Daging gelonggongan merupakan bentuk cheating meat yang masuk dalam kategori tindak pidana yang harus ditindak secara hukum. Namun, hingga saat ini, masih ada kendala secara teknis terkait indikasi pasti dalam penggelonggongan sapi.

“Ke depan perlu ada pelatihan pada peternak, dokter muda, bahkan masyarakat dalam mengidentifikasi kondisi sapi yang dilakukan penggelonggongan. Sehingga, akan ada indikator pasti yang dapat ditetapkan secara hukum sebagai tindak pidana upaya penggelonggongan sapi,” ujar Helmi.

Edukasi kepada masyarakat harus terus dilakukan. Agar, mashyarakat dapat terhindar dari kerugian pembelian daging gelonggongan.

“Tugas akademisi adalah harus melakukan sosialisasi melalui KEI, yakni komunikasi, informasi, dan edukasi kepada masyarakat dalam mengetahui fungsi teknik hanging (penggantungan daging),” ucap Helmi.

Wakil dekan III FKH Unair Surabaya ini berpesan masyarakat tidak takut dalam dan semakin cerdas membeli daging sapi. "Sebab, jika masayarakat takut, dikhawatirkan akan semakin banyak peredaran daging gelonggongan di pasaran," ujarnya.