Sukses

Reog Ponorogo Diklaim Milik Malaysia, Pakar Budaya: Refleksi Agar Jangan Abai

Puji mengungkapkan, satuan kebudayaan tidak sama dengan satuan politik. Artinya, secara kebudayaan, kesenian tradisi umumnya dianggap milik komunal, bukan milik perorangan.

Liputan6.com, Surabaya - Pakar budaya Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Puji Karyanto angkat bicara terkait polemik klaim Malaysia yang ingin mengajukan kebudayaan Reog Ponorogo ke UNESCO sebagai warisan budaya tak benda milik mereka.

"Polemik klaim tersebut merupakan sebuah refleksi bagi bangsa agar tidak abai dengan budaya tradisi. Kita sebenarnya sudah cukup sering belajar terkait hal-hal seperti ini," ujarnya, Senin (11/4/2022).

Ketika ada hal seperti ini, lanjut Puji, ini sekaligus menjadi sarana refleksi bagi kita kenapa sampai ada negara lain yang ingin mendaftarkan salah satu warisan budaya tak benda kita ke UNESCO.

"Jangan-jangan warisan tak benda ini memang lebih hidup di mereka, daripada di kita,” ungkapnya.

Puji mengungkapkan, satuan kebudayaan tidak sama dengan satuan politik. Artinya, secara kebudayaan, kesenian tradisi umumnya dianggap milik komunal, bukan milik perorangan.

"Namun hal itu berkaitan dengan pola pikir zaman sekarang. Terdapat ‘klaim’ yang mengharuskan Indonesia mendaftarkan kebudayaannya ke UNESCO agar tidak selanjutnya hilang dan diambil alih oleh pihak lain," ujarnya.

Saksi ahli bahasa dalam kasus hukum tersebut juga menjelaskan adanya sebuah keniscayaan bahwa kebudayaan Reog berkembang pula di Malaysia, mengingat Indonesia dan Malaysia berada di satu ikatan kebudayaan yang sama, yaitu budaya Melayu.

2 dari 2 halaman

Hidupkan Warisan Budaya

Agar hal seperti itu tidak terjadi lagi, Puji menerangkan ada beberapa langkah yang dapat dilakukan. Pertama, anak muda zaman sekarang harus merasa memiliki budaya tradisi.

"Tentu dengan catatan para pelaku kebudayaan juga harus beradaptasi dengan zaman, menjadikan budaya tradisi menarik bagi anak muda sekarang," ucapnya.

“Hidupkan semua warisan budaya masa lampau yang memang bisa diadaptasikan, cocok dengan kondisi saat ini,” imbuh Puji.

Puji menegaskan, pemerintah juga memiliki andil dalam hal ini, dengan melakukan perlindungan legal terkait dengan warisan kebudayaan tak benda. "Sehingga tidak dapat diklaim oleh pihak lain," ujarnya.