Liputan6.com, Jakarta - Greenpeace Indonesia meminta agar produsen ikut bertanggung jawab dengan polusi plastik di Pulau Tidung, dengan mengurangi penggunaan kemasan plastik sekali pakai untuk produknya.
“Dominasi sampah plastik yang berakhir di lingkungan kita tidak terelakkan lagi. Kami sudah mengambil, memilah, dan menghitung jumlah sampah dari berbagai merek yang kami temukan di Pulau Tidung pada awal Juni 2022,” ujar Greenpeace melalui akun Instagramnya, dikutip Jumat (1/7/2022).
Baca Juga
Greenpeace menyebutkan pencegahan sampah plastik ini tidak hanya tanggung jawab konsumen yang membuang sampah di pinggir pantai saja, tapi sudah saatnya produsen juga bertanggung jawab dengan polusi plastik dengan mengurangi penggunaan kemasan plastik sekali pakai untuk produknya.
Advertisement
Greenpeace mengajak masyarakat untuk mengawali kehidupan berkelanjutan yang dimulai dari pemakaian wadah atau kemasan guna ulang dan isi ulang dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, organisasi lingkungan ini juga mengajak masayarakat untuk turut meminta produsen agar segera beralih ke produk refil dan reuse serta membuka peta jalan pengurangan sampah mereka ke publik.
“Kami akan terus mengkampanyekan pemakaian guna ulang ini melalui sosial media,” ujar Juru Kampanye Urban Greenpeace Indonesia, Muharram Atha Rasyadi.
Dia mengatakan, kampanye Greenpeace saat ini juga lebih mendorong ke arah produsen dengan mengajak masyarakat ikut meminta mereka agar beralih ke produk-produk refil dan mengurangi produk sekali pakai.
”Ada beberapa yang sedang kami rencananya ke depan. Ini masih in progress dan mungkin baru akan dilaksanakan dalam beberapa bulan ke depan,” katanya.
Melalui akun Instagramnya, Greenpeace bahkan mengajak warganet yang sudah mulai menghindari plastik sekali pakai untuk membagikan pengalaman mereka.
Kemasan Guna Ulang
Kasubdit Tata Laksana Produsen Direktorat Pengurangan Sampah KLHK Ujang Solihin Sidik, dalam webinar pada Kamis (2/6/2022) mengatakan, kemasan-kemasan yang bisa diguna ulang menempati posisi yang paling tinggi dalam hierarki dibanding kemasan yang hanya didesain sekali pakai.
Dia beralasan kemasan guna ulang itu didesain untuk dapat dipakai ulang dan otomatis potensi nyampahnya juga akan jauh berkurang karena sudah pasti akan ditarik lagi untuk diisi kembali.
“Sementara, yang didesain untuk sekali pakai, potensi untuk jadi sampahnya sangat tinggi. Kalau produsennya tidak bertanggung jawab untuk mengumpulkan kembali untuk kemudian mendaur ulang, ini akan menjadi sampah karena kemasan sekali pakai ini tidak bisa dipakai ulang untuk air minum,” kata Uso, sapaan akrab Ujang Solihin.
Advertisement