Sukses

SBMI Banyuwangi: Moratorium Pengiriman PMI ke Malaysia Langkah Tepat

Namun Agung juga mengingatkan bahwa pemerintah harus benar- benar memastikan kebijakan moratorium ini berjalan.

Liputan6.com, Banyuwangi - Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Banyuwangi mendukung langkah pemerintah melakukan moratorium pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) ke Malaysia.

Ketua SBMI Banyuwangi Agung Sebastian mengatakan, penghentian sementara pengiriman PMI ke Malaysia sebagai salah satu sikap tegas Indonesia terhadap kesepakatan penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia yang sudah di sepakati pada April lalu.

“Ini Langkah yang tepat. Karena sebelumnya Pemerintah Indonesia dan pemerintah Malaysia sudah menjalain kesepakatan pada April lalu,”ujar Agung Sebastian, Senin (18/7/2022).

Namun Agung juga mengingatkan bahwa pemerintah harus benar- benar memastikan kebijakan moratorium ini berjalan. Sebab, dikhwatirkan pihak Malaysia masih merekrut PMI tanpa adanya pemberitahuan ke Indonesia.

Karena dengan adanya moratorium ini, pasti banyak sindikat penyalur tenaga kerja secara ilegal akan memanfaatkan moratprium ini untuk menyalurkan pekerja dari Indonesia yang ingin bekerja ke Malaysia.

“Untuk pemberangkatan pekerja migran dengan sistem OCS ini tentunya banyak cela, dimana agen ini bisa merekrut langsung. Ini menjadi kendala terkait perlindunganya ini menjadi problem. Dan tentunya menambah kasus -kasus perdagangan orang, eksploitasi pada migran,”kata Agung

 

2 dari 2 halaman

7 Juta BMI di Malaysia Ilegal

Agung Sbastian menambahkan, moratorium itu akan efektif jika pemerintah Indonesia dapat membendung penyaluran BMI tidak resmi. Salah satunya dengan membendung jalur- jalur tikus atau jalur illegal penyaluran tenaga kerja ke Malaysia.

“Jumlah pekerja migran asal Indonesia di Malaysia mencapai 9 juta, Namun yang resmi hanya 2 juta orang. Itu artinya 7 juta BMI bekerja secara ilegal,”Papar Agung.

Sebelumnya, Pemerintah Indonesia melakukan moratorium pengiriman Pekerja Migran Indonesia ke Malaysia. Indonesia ingin menuntut komitmen penyelesaian masalah perburuan.

Kedua negara sebelumnya sepakat mengunakan sistem satu kanal atau one channel system untuk penempatan tenaga kerja. Namun Malaysia ternyata masih memiliki sejumlah saluran perekrutan lain.