Sukses

Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak Marak di Banyuwangi, Aktivis: Pemkab Jangan Leha-Leha

Kasus kekerasan perempuan anak di Banyuwangi kian marak terjadi di Banyuwangi. Dari data dinas setempat, di tahun 2020 tercatat ada 65 kasus, di tahun 2021 meningkat fantastis hingga mencapai 98 kasus.

Liputan6.com, Banyuwangi Kasus kekerasan perempuan anak di Banyuwangi kian marak terjadi di Banyuwangi. Pada 2020 tercatat ada 65 kasus dan meningkat menjadi 98 kasus pada 2021.

Di 2022 terhitung sejak Januari hingga Juni total sudah ada lebih dari 20 kasus kekerasan perempuan dan anak yang terjadi di Kota Gandrung ini.

Hal itu mengundang keprihatinan Sekretaris Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Banyuwangi Farida Hanum. Dia mengaku prihatin, apalagi baru-baru ini kasus terjadi di lingkungan pendidikan. Seperti kasus pimpinan ponpes berinsial FZ yang memperkosa dan mencabuli santrinya.

Selanjutnya guru berinisial WTN yang nekat memacari muridnya yang duduk di bangku SD. Tak hanya memadu asmara, pria itu juga nekat meniduri anak gadis yang masih di bawah umur tersebut.

Farida Hanum mendesak pemerintah daerah untuk lebih aktif pencegahan kekerasan perempuan dan anak, tidak terkecuali juga di lingkungan pendidikan.

"Terlebih Banyuwangi sudah memiliki Perda tentang kabupaten layak anak. Sehingga fungsi dari perda tersebut harus dimaksimalkan," kata Hanum, Rabu (20/7/2022).

Menurut Hanum, Pemerintah Daerah tak boleh berleha-leha menanggapi kasus perempuan dan anak yang kian menggila itu. Pemda harus berupaya untuk membuat terobosan dengan meningkatkan pengawasan dan pencegahannya.

"Sosialisasi mengenai kekerasan terhadap perempuan dan anak perlu dimaksimalkan. Pemerintah harus hadir untuk memberikan jaminan tersebut," ujarnya.

2 dari 2 halaman

Sosialisasi Sex Education

Menurutnya sosialisasi mengenai sex education sudah sepatutnya diberikan kepada masyarakat maupun anak-anak. Gunanya adalah untuk meningkatkan kesadaran diri khususnya oleh orang tua terhadap anak anak. Mengenali pola-pola yang digunakan oleh para pelaku kekerasan anak.

"Pada dasarnya kita tidak bisa mengendalikan perilaku orang lain. Dengan cara tersebut, maka calon korban bisa menghindari atau melakukan antisipasi agar tak menjadi korban kekerasan perempuan berikutnya," kata dia.

"Jika sudah di luar kemampuan, maka korban bisa meminta pertolongan kepada lembaga yang mempunyai kapasitas dan memiliki sistem perlindungan anak," tandasnya.

Â