Sukses

Tolak BBM Naik, Rumah Kebangsaan Jatim Suarakan 5 Tuntutan

Rozi mengatakan, selain resiko terhadap daya beli, kenaikan harga BBM bersubsidi diperkirakan bisa mengganggu iklim investasi di Indonesia.

Liputan6.com, Surabaya - Sejumlah organisasi mahasiswa yang tergabung dalam Rumah Kebangsaan Jawa Timur (Jatim) tegas menolak rencana pemerintah menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Penolakan tersebut tidak dilakukan dengan aksi turun ke jalan melainkan menggelar aksi teatrikal. 

Ketua Umum KAMMI Jatim M Fachrurrozi mengungkapkan, rencana kenaikan harga BBM yang dilakukan pemerintah memang tak lepas dari tingginya harga minyak mentah dunia hingga di atas US$100 per barel.

"Kenaikan harga BBM bersubsidi akan berimbas terhadap daya beli masyarakat," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com di Rumah Kebangsaan Jatim di Jalan Jemursari, Surabaya, Kamis (1/9/2022).

Musababnya, kata Rozi, kenaikan tersebut akan diikuti oleh lonjakan harga-harga kebutuhan pokok serta biaya jasa yang dibayarkan oleh masyarakat.

"Ditambah lagi, kondisi ekonomi masyarakat yang belum sepenuhnya pulih pasca pandemi Covid-19," ucapnya.

Rozi mengatakan, selain resiko terhadap daya beli, kenaikan harga BBM bersubsidi diperkirakan bisa mengganggu iklim investasi di Indonesia.

"Kenaikan harga bahan bakar ditengarai memunculkan penolakan oleh pelbagai elemen masyarakat termasuk Rumah Kebangsaan Jawa Timur yang akan berpengaruh terhadap kepercayaan investor," ujarnya.

Oleh karena itu, lanjut Roz, berikut ini merupakan pernyataan sikap elemen yang tegabung dalam Rumah Kebangsaan Jawa Timur terkait beredarnya isu kenaikan harga BBM yang diduga kurang seriusnya pemerintah dalam pengalokasian subsidi BBM.

"Serta terdapatnya aktivitas mafia migas yang mengganggu terhadap stabilitas BBM nasional," ucapnya.

2 dari 2 halaman

5 Tutuntan

Berikut adalah lima poin tuntutan terkait penolakan kenaikan harga BBM dari Rumah Kebangsaan Jatim:

1. Menuntut pemerintah untuk segera memperbaiki sistem pemberian subsidi agar tepat sasaran.

2. Menuntut Kementerian Keuangan agar dapat memprioritaskan APBN untuk kesejahteraan masyarakat.

3. Membentuk satgas pengawasan terkait penerimaan Bahan Bakar Minyak bersubsidi.

4. Mengevaluasi kinerja BPH Migas karena tidak mampu menjalankan fungsi pengaturan dan pengawasan terhadap penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak.

5. Mendorong percepatan transisi Energi Baru Terbarukan (EBT) melalui kebijakan-kebijakan pemerintah.