Sukses

Muncul Dua Hasil Visum Korban Pencabulan Anak Kiai Jombang, Jaksa: Itu Salah Ketik

Soal alasan mengapa ada revisi pada visum, Tengku menyebut jika itu hanyalah karena proses salah ketik saja.

Liputan6.com, Surabaya - Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Jombang, Tengku Firdaus mengakui sempat ada dua hasil visum korban perkara pencabulan santriwati yang dilakukan terdakwa anak kiai Jombang, Moch Subechi Azal Tsani (MSAT) alias Bechi.

"Berdasarkan keterangan saksi dokter pembuat visum, yang diakui hanyalah visum yang sudah direvisi," ujar Tengku di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jumat (9/9/2022).

Soal alasan mengapa ada revisi pada visum, Tengku menyebut jika itu hanyalah karena proses salah ketik saja.

"Hanya salah ketik. Tapi yang diakui adalah visum yang sudah direvisi," ucapnya.

Ketua Tim Kuasa Hukum terdakwa Bechi, Gede Pasek Suardika menyatakan, pada kesaksian dokter yang visum, didapati adanya dua kali bukti visum yang timbul dari satu dokter yang sama, yakni saksi yang dihadirkan ini.

"Visum ini jadi problem besar dalam kasus ini, pertama pernah ada visum 2018 terhadap laporan kasus lain, orang yang sama yang divisum tapi tidak terbukti. Kemudian yang bersangkutan melapor lagi kemudian dimintakan visum pada saksi," ujarnya.

Ia menambahkan, ketika membuat visum pada 2019 itu dan mengirimkan pada penyidik beberapa minggu kemudian, saksi didatangi polisi untuk mengkonfirmasi soal isi visum itu, karena isi visum dianggap sudah berubah.

"Ada satu isi yang berubah soal arah jarum jam dalam selaput dara (korban) itu, yaitu ke arah pukul 13, sementara yang lainnya 6-9 sampai dasar, istilahnya begitu. Datanglah polisi lalu dilakukan lah perbaikan dengan alasan dia memiliki dokumen foto milik yang bersangkutan. Lalu diperbaikilah menjadi sama dengan visum yang 2018," katanya.

2 dari 2 halaman

Dipermasalahkan

Ia memambahkan, dalam perkara ini muncul dua visum berbeda dari rumah sakit Jombang. Kedua visum inilah yang kini tengah dipermasalahkan oleh pihak pengacara. Apalagi, dalam perkara ini antara visum dengan waktu kejadian, terpaut jauh yakni 2,5 tahun.

"Ini lah yang kita kejar, mana duluan buat surat pernyataan atau perbaikan visum. Dia bilang lupa. Susah juga kita ngejar. Selain visumnya 2,5 tahun, kemudian hasilnya berbeda, kemudian ada revisi akibat dia kedatangan penyidik," tambahnya.

Ia menyebut, Mei 2017 adalah waktu kejadian yang didakwakan, sedangkan visum dilakukan pada 1 November 2019. Itu pun, tambahnya, antara visum yang asli dengan yang direvisi juga terjadi permasalahan. Sebab, selain terpaut jarak waktu, tanggal pada surat juga dirubah.

"Visum asli dengan revisi ada jarak waktu. Tetapi didalam surat tidak ada jarak waktu, itu kan cacat jadinya. Pertama dia bilang sebulan kemudian, lalu saya kejar dia bilang beberapa minggu kemudian, mestinya surat baru dong. Berarti tanggalnya dimanipulatif, isinya juga. Ini menjadi cacat formil," tegasnya.