Sukses

MCW Cium Aroma Penyimpangan Kasus Tunjangan Perumahan Pimpinan DPRD Kota Batu

Pimpinan DPRD Kota Batu meminta tunjangan perumahan, meski telah disiapkan rumah dinas oleh pemkot.

Liputan6.com, Batu - Pegiat antikorupsi mencium aroma penyelewengan anggaran miliaran rupiah di Kota Batu melibatkan Pemkot dan DPRD setempat. Dugaan itu berupa pemberian tunjangan perumahan bagi pimpinan dewan yang menyalahi aturan.

Dugaan korupsi di Kota Batu itu dibeberkan Malang Corruption Watch (MCW). Hal itu itu berdasarkan hasil Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK) terhadap laporan keuangan Pemkot Batu pada tahun anggaran 2020 dan 2021.

“BPK menemukan masalah berulang selama dua tahun anggaran tentang tunjangan rumah dinas pimpinan dewan,” kata Kepala Unit Monitoring Hukum dan Peradilan MCW, Raymond Tobing.

BPK mengeluarkan rekomendasi atas temuan mereka, namun tak ditindaklanjuti baik itu oleh pemkot maupun DPRD. Duduk perkara dugaan korupsi itu bermula dari Pemkot Batu merealisasikan pengadaan rumah dinas bagi tiga pimpinan DPRD setempat pada 2015 silam.

Belanja pengadaan rumah dinas bagi tiga pimpinan dewan pada 2015 belanja itu menghabiskan anggaran Rp 8,5 miliar. Lokasi rumah terletak di sebuah perumahan di Desa Pesanggrahan. Kebijakan itu ditetapkan lewat SK Wali Kota Batu Nomor 188. 45/133/KEP/422.012/2015.

Sertifikat atas nama Pemkot Batu dengan peruntukkan rumah dinas bagi ketua dan dua wakil ketua DPRD Kota Batu. Rumah dinas dilengkapi perabotan lewat dua kali pengadaan yakni Rp 560 juta pada tahun anggaran 2015 dan tahun berikutnya sebesar Rp 167 juta.

Meski begitu, sampai akhir 2020 rumah dinas itu tak pernah ditempati. Malah pada tahun itu pula pimpinan dewan meminta tunjangan perumahan pada pemkot yang kemudian disetujui dengan anggaran sebesar Rp 4,3 miliar. Sebesar Rp 618 juta di antaranya telah diberikan.

BPK lewat hasil auditnya merekomendasikan agar pemkot dan dewan menghentikan pemberian tunjangan perumahan. Serta meminta Pimpinan DPRD Kota Batu segera menempati rumah dinas yang telah disediakan karena telah menelan keuangan daerah senilai miliaran rupiah.

2 dari 2 halaman

Indikasi Korupsi

Ironisnya, rekomendasi BPK itu diabaikan. Sebab pada tahun anggaran 2021 direalisasikan tunjangan perumahan dewan senilai Rp 8,2 miliar. Terdapat selisih Rp 2,1 miliar berasal dari nilai yang diberikan oleh Pemkot Batu berbeda dengan hasil penghitungan tim appraisal pihak ketiga.

“Selisih itu terjadi karena pemkot tidak memiliki dasar perhitungan yang jelas dan bertentangan dengan aturan yang berlaku,” ujar Raymond.

Tindakan itu bertentangan dengan prinsip pengelolaan keuangan daerah dan mengindikasikan pembangkangan terhadap kewajiban menindaklanjuti rekomendasi BPK. Perbuatan itu juga dianggap melawan hukum dan mengarah ke pidana korupsi.

“Selisih pembayaran tunjangan perumahan itu bisa disebut korupsi karena ada suatu kerugian keuangan negara,” ujar Raymond.

Ironisnya, Pemkot dan DPRD Kota Batu tetap menyerap duit sebesar Rp 308 juta periode Januari – April 2022 untuk tunjangan perumahan. Hal itu muncul lagi berdasarkan hasil pemeriksaan sementara oleh BPK.

MCW mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelidiki dugaan korupsi itu. “Ada penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pemkot dan dewan dalam penganggaran dan realisasi belanja tunjangan pimpinan,” tegas Raymond.

Sementara itu Ketua DPRD Kota Batu, Asmadi, mengatakan wakil rakyat sudah tidak lagi menerima tunjangan rumah dinas sejak Mei 2022 lalu begitu ada rekomendasi dari BPK. Para pimpinan dewan sudah menempati rumah dinas tersebut.

“Pada intinya pimpinan dewan sudah menempati rumah dinas dan tidak lagi menerima tunjangan perumahan setelah ada rekomendasi BPK,” kata Asmadi kepada awak media.