Sukses

Bangun Kepercayaan Diri Anak Berkebutuhan Khusus di Jatim Lewat Lukisan

Vivin mengatakan, pihaknya saat ini ssdang berfokus untuk menggali kelebihan dalam diri setiap anak istimewa tersebut.

Liputan6.com, Surabaya - Dewan Pengurus Daerah (DPD) Autism Awareness Indonesia (AAI) Jatim memfasilitasi 21 Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dari enam Sekolah Luar Biasa (SLB) yang tersebar mulai Surabaya hingga Pasuruan, untuk memamerkan hasil karya lukisannya.

"Pameran karya lukisan ini diselenggarakan untuk membangun rasa percaya diri pada anak berkebutuhan khusus," ujar Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Autism Awareness Indonesia (AAI) Jatim, Vivin Komala di Galeri Merah Putih, Komplek Balai Pemuda, Kota Surabaya, ditulis Jumat (21/10/2022).

Vivin mengatakan, pihaknya saat ini ssdang berfokus untuk menggali kelebihan dalam diri setiap anak istimewa tersebut.

"Tujuan kegiatan ini membangun rasa percaya diri anak-anak. Kami tidak bisa memaksakan anak-anak istimewa ini, mereka harus digali kesukaannya apa," ucapnya.

Vivin berharap, lewat kegiatan pameran lukisan bertajuk Painting Exhibition; Bangkit Menjadi Bintang ini, anak-anak berkebutuhan khusus tersebut bisa mendapatkan support dari masyarakat, terutama yang berada di lingkungan sekitarnya.

"Harapannya anak-anak mandiri tidak dikasihani, tetapi disupport. Jadi, tidak dipandang remeh, didiskriminasi. Mereka punya keahlian yang orang biasa belum tentu bisa. Kami mendidik mereka agar mandiri," ujarnya.

Pendidik lukis anak berkebutuhan khusus Kota Surabaya, Hendrik menambahkan, teknis pembelajaran yang dilakukan kepada anak-anak tersebut berbeda dengan anak autis. Ia menyebut, faktor kemampuan anak memiliki jenis yang berbeda.

"Kalau mengajar down syndrome, contohnya paling bersih, tingkat kehati-hatiannya luar biasa. Mereka sangat jujur, tidak suka dicederai. Teknis pembelajarannya berbeda dengan autis, pegang kuas nggak bisa, mengaduk cat juga. Saya tidak menuntun, saya biarkan, biar motoriknya bekerja," ucapnya.

Hendrik menyebutkan, ada sejumlah perbedaan sikap dari setiap anak berkebutuhan khusus tersebut. Misalnya mereka yang tuna rungu, tuna wicara, memiliki kepribadian yang mudah tersinggung.

"Misal nggak diperhatikan, dikira nggak memperhatikan ketika mengajar. Down syndrome agak cepat, durasi 15-25 menit. Dia jenuh enggak mau lama-lama. Kalau tuna rungu, wicara, diam merenung durasi 30-40 menit dan bisa lebih. Sebelum lukisan selesai tidak mau berhenti," ujarnya.

2 dari 2 halaman

Mulai dari Nol

Guru Kelas SLB Fajar Harapan, Karangpilang, Surabaya, Erza Maulina mengaku dirinya tak menyangka jika murid-muridnya bisa melukis dan mengekpresikan diri lewat karya seni lukis.

"Anak-anak mulai dari nol, di sekolah diberi gambar dan mewarnai kemudian datang Pak Hendrik ada tawaran mengajak melukis dan berekspresi. Awalnya ragu, akhirnya berbekal kepercayaan kami ajak melukis ternyata di luar dugaan, bisa melukis tanpa berpikir," ucapnya.

Erza juga mengaku sempat menemui sejumlah kendala, seperti sulitnya berkomunikasi dengan anak-anak tersebut. Namun, saat ini anak-anak tersebut sudah memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi.

"Misal gambar monyet, awalnya dari mata terus dikasih mulut. Kendalanya mereka sulit berkomunikasi jadi kami mengarahkan sulit. Nilai plusnya mereka berekspresi dengan pikirannya masing-masing. Sekarang anak-anak ini tingkat kepercayaan dirinya luar biasa," ujarnya.