Liputan6.com, Surabaya - Pakar Farmasi Universitas Surabaya (Ubaya) Eko Setiawan mengungkapkan, bahaya tidaknya penggunaan senyawa etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) dalam kandungan obat sirup anak, tergantung pada kadar yang digunakan.
Berdasarkan persyaratan BPOM yang mengacu pada Farmakope Indonesia, jika penggunaan (dosis) melewati ambang batas tertentu, maka akan jadi berbaya dan berakibat fatal.
"Etilen glikol dan dietilen glikol ini sifatnya cemaran. Tidak ada yang sengaja menggunakan dua senyawa tersebut dalam farmasi. Tapi ditemukannya kontaminasi," ujar Eko yang merupakan peneliti Pusat Informasi Obat dan Layanan Kefarmasian (PIOKL) Ubaya, Jumat (21/10/2022).
Advertisement
Eko menjelaskan, misalnya saja, dalam peracikan obat serbuk paracetamol sebagai bahan aktif untuk dijadikan obat sirup. Perlu dilarutkan untuk menjadi cair dengan senyawa pelarut. Dalam prosesnya, apoteker perlu menambahkan pemanis dan obat stabil dalam waktu lama.
"Beberapa tambahan itu bisa mengalami reaksi kimia, sehingga muncul etilen glikol dan dietilen glikol. Asal, tidak melebihi batas ambang dan selama ada di bawah batas ambang, konsumsinya aman," ucapnya.
Eko mencontohkan misalnya saja ambang batas pada senyawa gliserin diijinkan di angka 0.1 persen, dari total gliserin yang digunakan. Sedangkan untuk etilen glikol batas ambang yang diizinkan sebanyak 0.25 persen.
"Jika (penggunaan) diatas (batas ambang) itu akan berbahaya. Jika kadarnya di bawah itu diharapkan tidak membawa bahaya dan aman," ujarnya.
Quality Assurance
Eko mengatakan, sebelum obat diproduksi massal ada tahapan quality assurance (kemanan produk untuk masyarakat) dan quality control untuk kelayakan produk obat sebelum disebarkan di pasar dan dikonsumsi. Pun saat industri membeli bahan baku obat, pabrik obat akan meminta bukti.
"Setiap kali bahan baku yang dipakai untuk sirup datang selalu di tes (pabrik obat). Apakah ada cemaran atau tidak," ucapnya.
Advertisement