Liputan6.com, Probolinggo - Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di kota Probolinggo masih tinggi. Berdasarkan data dari Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A), terdapat 39 kasus kekerasan sejak Januari hingga Akhir November 2022.
Dari jumlah tersebut 28 kasus sedang ditangani P2TP2A dan 11 kasus sedang ditangani Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) yang terstandarisasi.
Baca Juga
Kabid Perlindungan Perempuan dan Pengarusutamaan Hak anak Dinas sosial P3A Kota Probolinggo Lucia Aires Yulianti mengatakan, dari jumlah tersebut kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) mendominasi yang mencapai 14 kasus. Sedangkan sisanya kekerasan fisik, psikis dan kekerasan seksual pada anak.
Advertisement
Dengan tingginya kasus kekerasan perempuan dan anak tersebut Pemerintah kota Probolinggo terus memberikan sosialissi pencgahan kekerasan perempuan dan anak.
“Terdapat 4 macam katagori kekerasan perempuan dan anak yang sering terjadi. Seperti kekerasan seksual, fisik, pesikis dan penelantaran,”ujar Lucia Aires Yulianti, Senin (28/11/2022).
Kata Lucia, setiap orang harus mampu menjadi agen perubahan di lingkungan masing- masing, guna mencegah terjadinya kekerasan pada perempuan dan anak.
“Jangan sampai menjadi korban, jangan sampai menjadi pelaku dan ketika menyaksikan hal itu (kekerasan) kita semua harus mampu untuk bersuara ,”tambahnya.
Kepala Dinas Sosial P3A Rey Suwigtyo mengatakan saat ini maslah anak dan perempuan merupakan satu-kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan menjadi isu internasional. Tidak dipungkiri masih banyak ditemukan kasus eksploitasi anak. Ia meminta agar setiap anak, tidak melakukan hal- hal yang sifatnya bully atau saling mengolok-olok.
Jadi Agen Perubahan
“Tolong kalau bisa dikurangi atau ditiadakan. Ini awal secara psikologis anak berangkat dari lingkungan. Bila lingkungan tidak bersahabat dan lingkungan tidak bisa untuk adaptasi menjadi awal anak utu melakukan sesuatu di luar kemampuan kita," paparnya.
Rey Suwigtyo juga mengajak masyarakat menjadi agen perubahan di lingkungan masing-masing, sehingga kasus kekerasan perempuan dan anak tidak terus bertambah setiap tahunnya.
“Ayo kita bisa menjadi agen perubahan untuk menekan tingginya kasus kekerasan perempuan dan anak di kota Probolinggo,”pungkasnya.
Advertisement