Liputan6.com, Surabaya - Tiga mahasiswa dari Departemen Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, memanfaatkan potensi tanaman bambu sebagai bahan bakar pengganti batubara di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Mereka adalah Muhammad Dzaky Kamal, Edwin Juanda Sirait, dan Mochammad Naufal Hakim yang tergabung dalam tim Gryffindor.
"Inovasi ini berawal dari temuan kami, yakni bambu memiliki nilai kalor yang hampir sama dengan batu bara. Kami kemudian memulai riset terkait penggunaan tanaman bambu sebagai bahan bakar Co-Firing pada PLTU," ujar Ketua Tim Gryffindor ITS Surabaya, Muhammad Dzaky Kamal, Rabu (21/12/2022).
Advertisement
Co-Firing merupakan suatu proses penambahan biomassa sebagai bahan bakar pengganti parsial atau bahan campuran batubara untuk PLTU. Melalui penambahan biomassa tersebut diharapkan dapat menjadi solusi akan adanya pemanfaatan energi baru terbarukan.
“Selanjutnya, kami mencoba untuk inovasikan biomassa lain yang berasal dari sampah atau limbah,” ucap mahasiswa yang akrab disapa Dzaky tersebut.
Melalui metode torefaksi, lanjut Dzaky, tim besutan Power System Simulation Laboratory (PSSL) Departemen Teknik Elektro ITS tersebut berhasil menaikkan nilai kalor bambu sebesar 30 persen. Torefaksi merupakan pembakaran biomassa di suhu 200 derajat celcius pada keadaan kedap oksigen.
Berharap Dukungan
"Pada tahap torefaksi ini, bambu akan dipanaskan hingga 200 derajat Celsius tersebut kemudian didinginkan. Dari tahap torefaksi ini, kami dapatkan nilai kalor bambu sebesar 5.300, lebih tinggi dari nilai kalor batu bara yang hanya 5.100,” ujar Dzaky.
Dzaky berharap agar inovasi ini bisa mendapatkan banyak dukungan untuk proses penyempurnaannya.
"Sehingga ke depan bisa diterapkan oleh pemerintah dalam penggunaan bahan bakar Co-Firing di PLTU dan dapat mengurangi dampak dari jejak emisi karbon yang ada," ucapnya.
Advertisement