Liputan6.com, Surabaya - Kasus keracunan Chiki berasap nitrogen atau Chiki Ngebul menjadi sorotan Dinkes Surabaya. Dipastikan hingga saat ini belum ada laporan terkait keracunan pangan akibat mengkonsumsi Chiki Ngebul.
Advertisement
Chiki Ngebul sendiri merupakan jajanan yang membuat mulut penikmatnya mengeluarkan asap. Jajanan ini dijual dengan harga terjangkau dan biasa dikonsumsi oleh anak-anak. Sayangnya, tujuh siswa SD di Tasikmalaya Jawa Barat beberapa hari yang lalu, dilaporkan mengalami keracunan. Seperti, mual, muntah, dan begah perut usai mengkonsumsi jajanan ini.
“Telah dilakukan pemantauan beberapa titik keramaian yang memungkinkan dijual jajanan tersebut. Sejauh ini belum ditemukan,” kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya, Nanik Sukristina, Rabu (11/1/2023).
Nanik menjelaskan nitrogen merupakan bahan tambahan pangan yang digunakan dalam pengemasan produk makanan olahan. Sepanjang dapat dipastikan nitrogen tersebut tidak tertelan atau memastikan tidak ada asap dari nitrogen, maka Chiki masih aman dikonsumsi.
“Selama dikonsumsi sudah tidak terdapat asap dari nitrogen, maka aman dikonsumsi. Kerusakan terjadi karena tertelan nitrogen cair. Nitrogen cair harus diuapkan dari makanan dan minuman sebelum dikonsumsi. Dikarenakan jika dikonsumsi langsung, akan mengakibatkan kerusakan pada jaringan di mulut, kerongkongan, dan perut,” jelasnya.
Lebih lanjut, ketika Nitrogen cair menguap akan berubah menjadi gas nitrogen. Hal itulah yang akan menyebabkan tekanan pada jaringan tubuh dan dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Karena sangat dingin juga dapat menyebabkan radang dingin.
“Meski demikian belum ada larangan dan ketentuan lebih lanjut terkait hal tersebut. Selanjutnya, menunggu Surat Edaran dari Kemenkes untuk batasan-batasan apa saja yang menjadi perhatian,” ujarnya.
Waspada
Dinkes Kota Surabaya masih menunggu update terbaru dari Kemenkes RI. Sementara menunggu, pihaknya telah mengagendakan dalam waktu dekat untuk melakukan sosialisasi kepada seluruh faskes, OPD terkait, serta masyarakat umum di masing-masing wilayah Puskesmas.
“Hal ini sebagai bentuk respons kewaspadaan dini dan penguatan pemantauan risiko terjadinya kasus keracunan jajanan tersebut,” pungkasnya.
Advertisement