Liputan6.com, Jakarta - Pernyataan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri pada HUT PDIP ke- 50 Tahun, yang menyampaikan terkait relasi partai politik (parpol) pengusung dengan presiden merupakan pernyataan yang konstitusional dan sesuai dengan konteks ketatanegaraan Indonesia.
Jimmy Z. Usfunan, pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Udayana mengungkapkan beberapa argumentasi terkait hal ini.
Baca Juga
Pertama, pasca reformasi, UUD 1945 memberikan ruang andil yang besar bagi parpol dalam penyelenggaraan negara. Seperti mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden dalam Pemilihan Presiden, maupun saat Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat menjalankan kewajibannya dalam masa jabatannya sebagaimana diatur dalam Pasal 6A ayat (2) dan Pasal 8 ayat (3) UUD 1945.
Advertisement
Kedua, UU 2/2008 dan UU 2/2011 tentang partai Politik (UU Partai Politik), menjelaskan bahwa keberadaan Partai Politik dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita.
"Hal ini berimplikasi bahwa setiap partai politik memiliki asas dan ciri masing-masing yang sejalan dengan Pancasila dan UUD 1945, sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Partai Politik," ujarnya Kamis (12/1/2023).
Ketiga, ketika seorang warga negara direkrut menjadi calon Presiden dan Wakil Presiden oleh Partai Pengusung, maka secara sadar warga negara tersebut mengikatkan dirinya dalam komitmen perjuangan demi kepentingan bangsa dan negara melalui garis, asas, ciri, dan cita-cita yang telah dibangun dalam suatu Partai Politik.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Pemerintahan (Pushan) Oce Madril menegaskan, dalam konteks pemerintahan, kebijakan Presiden seharusnya mencerminkan karakter Parpol pengusung. Praktik di beberapa negara menunjukkan bahwa agenda kebijakan Presiden mencerminkan karakteristik platform politik Parpol pengusung.
Di Amerika Serikat misalnya, bisa diprediksi bahwa kebijakan Presidennya tidak akan jauh berbeda dari mazhab Partai Republik atau Demokrat. Cara pandang partai atas suatu masalah menjadi referensi kebijakan Presiden.
“Di Indonesia semestinya juga begitu. Konstitusi menegaskan bahwa Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum. Sehingga, Presiden dan Wakil Presiden merupakan bagian dari Partai Politik dan tentunya platform perjuangan Parpol pengusung merupakan acuan agenda kebijakan Presiden. Hal tersebut tidak dapat dipisahkan,” Ujar Oce.
Oce Madril menambahkan, relasi yang kuat antara Parpol pengusung dan Presiden dibutuhkan agar pemerintahan stabil dan berjalan efektif serta agenda kebijakan strategis Presiden mendapatkan dukungan parlemen secara politik.
Kader Parpol
Pakar Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Agus Riwanto mengkategorikan seorang Presiden adalah kader Parpol sejak pencalonan Pilpres hingga menjabat sebagai Presiden.
Dalam perspektif UU Pemilu, sesungguhnya Parpol mempunyai relasi yang sangat erat dengan Calon Presiden (Capres). Karena pasca amandemen UUD 1945 telah mengubah mekanisme Pilpres bukan dipilih oleh MPR RI akan tetapi dipilih langsung oleh Rakyat sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 6A ayat (1) UUD 1945.
Selanjutnya UUD 1945 telah mengatur mekanisme Pilpres harus melalui mekanisme Parpol. Pasal 6A ayat (1) dan ayat (2) itu merupakan dasar eksistensi fundamental parpol dalam konstitusi. Selanjutnya menurut Agus, prosedur teknis Pilpres diatur dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan PKPU No. 22 Tahun 2018 tentang Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden yang mengatur tentang syarat pencalonan.
Adapun syarat pencalonan antara lain, menegaskan bahwa Capres diusulkan dalam satu pasangan oleh Parpol atau koalisi parpol yang memiliki visi yang sama agar dapat memenuhi persyaratan ambang batas syarat pencalonan (Presidential Threshold) 20% perolehan kursi DPR atau 25% perolehan suara sah nasional pada pemilu sebelumnya.
Penentuan Capres ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme Parpol atau koalisi Parpol dan berhak melakukan kesepakatan dengan Parpol pengusung dengan parpol pendukung yang tergabung dalam koalisi parpol dan kesepakatan itu dibuat tertulis ditandatangai oleh pimpinan Parpol di atas meterai yang cukup dan diserahkan kepada KPU. Jika tak terpenuhi maka seseorang tak dapat mencalonkan diri sebagai Capres.
Dengan demikian, sebenarnya pernyataan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri pada HUT PDIP ke- 50 Tahun, yang menegaskan pentingnya hubungan yang kuat antara Partai Politik pengusung dengan Presiden merupakan perintah konstitusi, UUD 1945.
Advertisement