Sukses

Mediasi Perkosaan Bocah TK oleh Anak SD di Mojokerto Gagal, Lanjut Ranah Hukum

Saat proses mediasi itu, kata S, hadir kepala desa, Kepolisian Sektor Dlanggu, dan kuasa hukum korban. Orang tua korban meminta biaya pengobatan kepada orang tua ketiga pelaku sebesar Rp 200 juta dengan jangka waktu satu minggu.

Liputan6.com, Surabaya - Kepala Dusun (Kasun) Kecamatan Dlanggu, Kabupaten Mojokerto, berinisial S membenarkan tentang adanya upaya mediasi yang dilakukan antara keluarga korban pemerkosaan siswi TK dengan keluarga tiga pelaku bocah Sekolah Dasar (SD).

"Kami menerima laporan peristiwa pemerkosaan itu dari orang tua korban pada 9 Januari 2023 dini hari, lalu diteruskan ke pemerintah desa setempat," ujarnya, Sabtu (21/1/2023).

Keesokan harinya, lanjut S, pemdes memanggil orang tua korban dan pelaku ke kantor desa. Di sana mediasi dilakukan agar masalah tersebut bisa diselesaikan secara kekeluargaan, mengingat korban dan pelaku masih bocah.

“Setelah dikasih tahu, lalu mengaku salah satu orang tuanya (pelaku)," ucapnya.

Saat proses mediasi itu, kata S, hadir kepala desa, Kepolisian Sektor Dlanggu, dan kuasa hukum korban. Orang tua korban meminta biaya pengobatan kepada orang tua ketiga pelaku sebesar Rp 200 juta dengan jangka waktu satu minggu.

Namun, orangtua pelaku hanya sanggup membayar total Rp 3 juta. Karena tidak ada titik temu, mediasi pun gagal.

“Karena tidak ada keputusan, lalu lanjut ke PPA Polres. Semua saya serahkan ke pihak korban karena saya tidak berwenang. Desa tidak ikut campur, hanya menyaksikan. Kita tidak berani mencampuri terlalu dalam karena ini kasus pencabulan anak," ujarnya.

2 dari 2 halaman

Jalani Pemeriksaan

Sejauh ini, S menyebut, ketiga bocah terduga pelaku yang masih duduk dibangku SD kelas 1 itu telah menjalani pemeriksaan di Polres Mojokerto.

"Kemarin tiga anak terduga pelaku kami antar ke Polres untuk menjalani pemeriksaan dengan didampingi orang tuanya. Ini paling umurnya 6 tahun sama 7 tahun, bukan 8 tahun," ucapnya.

Terpisah, kuasa Hukum korban, Krisdiyansari Kuncoro juga membenarkan cerita dari S tersebut. Dia mengatakan, duit Rp 200 juta diminta kliennya tidak semata untuk keperluan pengobatan. Tapi juga untuk biaya pindah rumah dan sekolah.

Sebab, kata Krisdiyansari, korban trauma dan takut apabila bertemu dengan pelaku. Apalagi, rumah salah satu pelaku berdampingan dengan rumah korban. Namun, papar dia, pihak terduga pelaku tidak menyanggupi permintaan kliennya. "Mereka memberikan biaya Rp 3 juta tapi ditolak, karena menurutnya tidak manusiawi," ujar perempuan berusia 30 tahun asal Surabaya itu.