Liputan6.com, Bondowoso - Kasus perceraian di Kabupaten Bondowoso pada 2022 cukup tinggi. Catatan Pengadilan Agama (PA) Bondowoso dari 3.114 perkara yang masuk ke pengadilan, mayoritas adalah kasus perceraian dengan jumlah 1.923 perkara.
Dari angka tersebut, kebanyakan diajukan oleh pihak istri dan rata- rata masih berusia 30-an tahun. Jika diperinci, ada tiga faktor utama yang memicu perceraian di Bondowoso.
Yang pertama yaitu perselisihan dalam rumah tangga yang tidak menemukan jalan keluar. Kemudian faktor ekonomi dan terakhir meninggalkan satu pihak atau pergi tanpa pamit.
Advertisement
Tiga faktor itu yang memantik perempuan mengajukan gugat cerai ke Pengadilan Agama Bondowoso. Dari 1.923 perkara, sebanyak 1.397 atau sekitar 76 persen kasus diajukan oleh istri. Sedangkan sisanya adalah cerai talak yang diajukan dari pihak laki-laki yakni 526 perkara.
Panitera Muda Gugatan Pengadilan Agama Bondowoso Tri Anita mengatakan, perempuan yang mengajukan cerai gugat rata- rata masih berusia 30-an. Meski tidak ada data, namun hal ini dapat dilihat dari sepanjang persidangan selama 2022 kemarin.
“Tidak terlalu tua, rata- rata sekitar umur 30-an. Mereka yang sering berselisih dan tidak menemukan jalan keluar menjadi penyebab terbanyak,”ujarnya Senin (30/1/2023)
Anita juga memaparkan, dari 1.923 perkara, ada 822 perkara yang disebabkan oleh perselisihan dalam rumah tangga. Selanjutnya, 774 kasus disebabkan oleh kondisi ekonomi. Kemudian 87 perkara disebabkan oleh meninggalkan satu pihak.
Sementara itu, sisanya ada yang perjudian, perizinahan dan kekerasan dalam rumah tangga. “Karena masing- masing sudah tidak menemukan jalan keluar, akhirnya mengajukan cerai gugat,”tambahnya
Pengadilan Agama Pintu Terakhir Penyelesaian
Rekapan perkara itu akan menjadi pelajaran penting bagi semua kepala rumah tangga. Sebab para lelaki mempunyai kewajiban untuk memenuhi seluruh hak istri dan memelihara hubungan dengan baik. Mulai dari menyelesaikan masalah internal, hingga memberikan nafkah yang cukup.
Selaku penegak hukum agama, Anita menegaskan bahwa Pengadilan Agama merupakan pintu terakhir penyelesaian masalah keluarga. “Di Pengadilan Agama ini merupakan pintu terakhir ketika psangan sumi istri sudah tidak menemukan titik penyelesaian perselisihan. Kalau masih bisa berdamai, sejatinya jauh lebih baik,”pungkasnya
Selaku penegak hukum agama, Anita juga menegaskan bahwa Pengadilan Agama merupakan pintu terakhir penyelesaian masalah keluarga. “Di sini adalah pintu terakhir ketika pasangan suami istri sudah tidak menemukan titik penyelesaian perselisihan. Kalau masih bisa berdamai, sejatinya lebih baik,” pungkasnya.
Advertisement