Liputan6.com, Malang - Ada banyak bangunan peninggalan Belanda di Malang bernilai sejarah tinggi. Tiap bangunannya memiliki keunikan dan cerita tersendiri. Seluruhnya bagian dari tumbuh dan berkembangnya kota ini.
Sejarah Malang tidak bisa dilepaskan dari kekayaan hasil bumi dari pedalaman daerah ini berupa komoditas perkebunan yang menarik minat investor. Membuat daerah ini semakin tumbuh dan berkembang pesat, terutama setelah ada jalur kereta api.
Dalam sejarahnya, di Kota Malang terdapat tiga stasiun kereta api. Semula, perusahaan kereta api milik pemerintah Hindia Belanda yakni Staatsspoorwagen (SS) membangun jalur kereta api yang menghubungkan Surabaya-Bangil-Kotabaru pada 1879.
Advertisement
Keberadaan moda transportasi modern itu diutamakan untuk mengangkut hasil perkebunan bernilai ekspor seperti tebu, kopi, teh, coklat dan lainnya. Lantas dikembangkan jalur kereta api Blitar-Kotalama pada 1896.
Dalam perkembangannya, perusahaan kereta api swasta Hindia Belanda yakni Malang Stoomtram Mattschappij (MSM) masuk mengelola jaringan trem uap di Malang. Perusahaan ini berdiri pada 14 November 1897 dengan kantor pusat perusahaan ada di Jalan Jagalan, Klojen.
Sejak dibangunnya jalur kereta api itu, pertumbuhan perekonomian Malang semakin meningkat drastis. Lalu banyak orang Eropa yang datang ke Malang, baik itu untuk kepentingan bisnis maupun tinggal di daerah berhawa sejuk ini.
Setidaknya hingga saat ini ada tiga stasiun kereta api tua bagian yang masih bertahan dan tetap berfungsi. Ketiganya bagian dari sejarah Malang. Inilah tiga stasiun bersejarah peninggalan Belanda itu.
3 Stasiun Kereta Api Tua di Malang
1. Stasiun Malang Kotalama
Stasiun Malang Kotalama dibangun pada 1878 oleh Staatsspowergen (SS), perusahaan kereta api milik Pemerintah Hindia Belanda dan mulai beroperasi satu tahun kemudian. Stasiun ini bagian dari penghubung jalur Malang – Blitar.
Stasiun ini turut mewarnai sejarah penting perkembangan industri kereta api di Indonesia. Pada masa kolonial, stasiun ini perannya cukup vital mendukung industri masa itu. Jalur kereta api ini dimanfaatkan untuk angkutan barang dan penumpang.
Barang yang diangkut utamanya komoditas perkebunan seperti kopi, tebu dan tembakau dari pedalaman Malang dan Blitar. Dengan kereta api, komoditas itu dibawa ke pelabuhan di Surabaya lalu diekspor ke Eropa.
Stasiun Malang Kotalama telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya. Ciri khas bangunan tuanya bisa dilihat dari pintu jeruji besi, atap peron dan ruang tunggu dan sudut-sudut dinding batunya. Di stasiun ini juga masih terdapat alat pengubah jalur kereta api manual tenaga manusia.
2. Stasiun Blimbing
Stasiun Blimbing merupakan stasiun kecil yang berada di jalur utama perlintasan kereta api Malang-Bangil. Stasiun ini dibangun bersamaan dengan pembangunan jalur tersebut Lokasi stasiun ini berada di Jalan Stasiun No. 1 Purwodadi, Kecamatan Blimbing, Kota Malang.
Pada masa Hindia-Belanda, stasiun ini menjadi stasiun singgah bagi perusahaan trem swasta yang beroperasi di wilayah Malang Raya bernama Malang Stoomtram Maatschappij (MS). Saat itu, keberadaan Stasiun Blimbing menopang jalur utama trem ke arah Malang Timur, atau Tumpang.
Kini, perlintasan trem ke arah timur itu sudah dinonaktifkan seiring berkembangnya trem menjadi kereta api. Namun, keberadaan Stasiun Blimbing tetap dipertahankan. Stasiun ini kini menjadi jalur penghubung Stasion Malang Kotabaru di sebelah selatan dengan Stasiun Singosari di utara.
Advertisement
3. Stasiun Kotabaru Malang
Stasiun Malang Kotabaru sebenarnya dibuka sejak 1879, bagian dari jalur kereta api Surabaya – Pasuruan – Malang milik Staatsspoorwegen (SS). Bangunannya menghadap ke timur (Rampal) atau barak militer. Sebab semula stasiun ini dimanfaatkan untuk mobilitas tentara Belanda.
Pasca penetapan status Malang sebagai gementee (kotamadya), ada rencana pemindahan stasiun. Pada 1927-1930 mulai direncanakan pemindahan bangunan stasiun ke sebelah barat rel. Karena malaise (krisis ekonomi), pembangunannya mulai direalisasikan pada 1938 dan selesai pada 1941.
Dibangun dengan desain arsitekturnya modern khas stasiun Eropa. Orientasi bangunannya menghadap Alun-alun Bunder atau Tugu Malang. Stasiun ini memiliki peron tinggi yang terhubung dengan terowongan bawah tanah sebagai akses pejalan kaki.
Menariknya, pintu terowongan dibuat berbahan baja tebal. Bagian atap terbuat dari beton modern. Seluruhnya dengan perhitungan agar juga dapat digunakan tempat perlindungan ancaman bom. Sebab ketika stasiun dibangun, muncul isu bakal pecah Perang Dunia II.
(Agung Prima)