Liputan6.com, Surabaya - Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Tono Harmanto menyebut angka kriminalitas di Jatim berada di urutan dua nasional. Itu sebabnya, pihaknya bersama Pemprov Jatim dan Kejati Jatim meluncurkan Rumah Restorative Justice Sekolah (RRJS) Jenjang SMA, SMK dan SLB di SMKN 5 Surabaya, Jalan Mayjend Prof, Dr. Moestopo.
"Melalui Rumah Restorative Justice Sekolah dan Oemah Rembug ini dapat menjadi filter, untuk kasus kasus tertentu yang diselesaikan," ujarnya, Rabu (1/3/2023).
Baca Juga
Dia mengatakan, konsep yang dikedepankan dalam RRJS ini adalah, proses penyelesaian masalah diluar pengadilan. Namun tetap dengan klasifikasi kasus kasus tertentu, antara lain ancaman hukumannya di bawah lima tahun.
Advertisement
"Contohnya kasus pelecehan seksual, itu tidak masuk kategori yang di RRJS kan. Ini yang juga menjadi ruang disana yang akhirnya juga bisa menekan angka kejahatan kita," ucapnya.
Kepala Kejaksaan Tinggi Jatim, Mia Amiati menambahkan, tujuan didirikannya RRJS ini adalah memulihkan keadaan kembali seperti semula, khususnya adalah pemulihan dan pemenuhan hak hak korban.
"Ada syaratnya, yaitu tersangka bukan sebagai residivis dan ancaman pidananya tidak boleh lebih dari lima tahun maksimalnya," ucapnya.
Mia menyebut, peristiwa pidana yang masuk kategori extra ordinary crime, seperti pencabulan terhadap anak, maupun kekerasan seksual terhadap peserta didik tidak masuk dalam penyelesaian dalam RRJS.
"Harapan kami, ada proses pembelajaran bagi semua peserta didik khususnya, dan juga orang tua murid, apabila ada hal hal yang memang masih bisa dibicarakan kenapa harus diproses secara hukum, karena nanti akan berdampak kepada anaknya sendiri," ujarnya.
Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa menegaskan, keberadaan RRJS ini nantinya tidak hanya bagi pelajar SMA sederajat, nantinya juga akan didirikan mulai dari pelajar tingkat Sekolah dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP).
"Kalau ini akan ada pengembangan ke SMP dan SD. Tadi saya menyampaikan traficking in children di SMP di kelas yang sama, dan itu akan menjadi bagian dari proses pentingnya melakukan filterisasi pada Rumah Restorative Justice ini," ucapnya.
Selain itu, lanjut Khofifah, tidak semua kasus bisa diselesaikan melalui RRJS ini. Seperti contoh kasus kasus extra ordinary crime, seperti kasus narkotika. Sehingga harus dibedakan, antara pengedar, pengguna, atau yang bersangkutan dinyatakan sebagai residivis.
"Nah, tadi disampaikan Ibu Kajati, dan pak Kapolda, lihat kalau ancaman hukumannya diatas lima tahun, dia tidak masuk kategori wilayah Rumah Restorative Justice Sekolah ini," ujarnya.
Narkoba Kalangan Anak
Menurut Khofifah hal itu yang juga harus difilterisasi karena bisa saja pengedar Narkoba menggunakan anak anak untuk melakukan perdagangan gelap narkotika.
“Jadi kalau dia kategori illicit trafficking (perantara ilegal) pada proses perdagangan gelap narkotika dan psikotropika, ini kan bisa saja menggunakan anak anak untuk melakukan perdagangan gelap narkotika," ucapnya.
Khofifah menambahkan, dalam penyelesaian permasalahan pelajar tidak hanya diselesaikan di sekolah, melainkan di desa-desa juga bisa.
"Tidak hanya di sekolah, jadi di desa-desa sudah ada rumah Restorative Justice yang di inisiasi oleh tim Kejaksaan, ada Rumah Rembuk yang di inisiasi oleh tim Kepolisian, sama ini sebetulnya melihat bagaimana sebetulnya skala masalah itu," ujarnya.
Untuk diketahui Rumah Restorative Justice (RJ) yang telah didirikan hingga saat ini sebanyak 949, diantaranya 630 Rumah RJ di lingkungan sekolah, empat Rumah RJ di lingkungan Kampus, dan 319 Rumah RJ di lingkungan Desa dan Kecamatan.
Advertisement