Sukses

Pakar Unair: Kasus Rafael Alun Momentum Tepat Desain Ulang Kebijakan LHKPN, Cegah Penyamaran Aset

Gitadi Tegas Supramudyo menyatakan, kasus harta tidak wajar eks pegawai Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo, harus menjadi momentum pemerintah untuk reformasi dan redesain kebijakan, khususnya terkait Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

 

Liputan6.com, Jakarta - Pakar Kebijakan Publik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Gitadi Tegas Supramudyo menyatakan, kasus harta tidak wajar eks pegawai Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo, harus menjadi momentum pemerintah untuk reformasi dan redesain kebijakan, khususnya terkait Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

"Sudah seharusnya LHKPN diperbaiki sehingga tidak ada lagi kasus penggunaan nama orang lain atau penyamaran aset. Dalam hal ini, para pemangku kepentingan harus juga bersinergi, misalnya saja dengan kepolisian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), maupun kejaksaan untuk menelusuri aset dan kekayaan terduga," ujarnya, Selasa (7/3/2023), dikutip dari Antara.

Selain itu, momentum ini juga sangat tepat untuk meratakan keadilan bagi profesi lain sesuai dengan kontribusinya. Perlu diketahui bahwa setiap instansi memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing. Namun, masih terjadi ketimpangan khususnya dalam hal anggaran dan tunjangan yang diterima.

"Jadi, menurut saya ini momentum penting untuk melakukan redesain dan reformasi, termasuk memeratakan keadilan bagi profesi lain yang juga memiliki kontribusi masing-masing, terutama di bidang pendidikan yang paling kentara kesenjangannya," ujarnya.

Ia menilai, kasus pejabat negara dengan harta kekayaan tak wajar ibarat fenomena gunung es. Artinya, kepemilikan harta dengan nilai tak wajar di kalangan pejabat negara merupakan hal yang umum di Indonesia. Hanya saja, mereka yang terlibat mampu menutupinya dengan melakukan berbagai rekayasa.

Mencuatnya kasus Rafael Alun, juga berimbas pada menurunnya kepercayaan publik terhadap pemerintah khususnya kementerian keuangan dan jajarannya. Sehingga, hal tersebut juga dinilai akan mempengaruhi pendapatan pajak negara.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pengaruh ke Pendapatan Pajak

"Logikanya, ketika public distrust meningkat kemudian terjadi penurunan keikhlasan dan kemauan untuk membayar pajak, tentu saja akan berpengaruh," kata Gitadi.

Secara teori, tambahnya, pengaruh public distrust terhadap pendapatan pajak negara tidak akan terjadi secara berkepanjangan. Kendati demikian, Gitadi mengingatkan pemerintah untuk melakukan upaya-upaya maksimal guna memperbaiki tingkat kepercayaan publik terhadap instansinya.

"Jajaran pemerintah juga harus melakukan upaya-upaya maksimal untuk menambal dampak negatif terhadap masalah di institusi tersebut. itu bisa menjadi berkepanjangan jika tidak ada upaya konkret dari negara," ucapnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.