Sukses

Mengintip Produksi Kopi Wine Banyuwangi yang Pasarnya Tembus ke Jepang

Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu surga bagi penikmat kopi. Di Kabupaten paling ujung Pulau Jawa ini, produksi kopi melimpah dan sudah dinikmati pecinta kopi nusantara, bahkan ekspor hingga ke Jepang.

Liputan6.com, Banyuwangi - Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu surga bagi penikmat kopi. Di Kabupaten paling ujung Pulau Jawa ini, produksi kopi melimpah dan sudah dinikmati pecinta kopi nusantara, bahkan ekspor hingga ke Jepang.

Jenis kopi yang tembus pasaran Jepang yaitu kopi wine asal kelurahan Gombengsari, Banyuwangi. Kopi wine sendiri sudah tidak asing lagi di kalangan penikmat kopi. Karena kopi wine ini, sudah mulai dikenal penikmat kopi di Banyuwangi sejak 2014 lalu.

Istilah kopi wine sendiri mengacu pada rasa kopi yang menyerupai wine. Cita rasa wine pada kopi dihasilkan dari proses fermentasi buah kopi saat pascapanen.

Ada dua metode fermentasi kopi yaitu metode fermentasi ala Indonesia yang masih tradisional dan metode ala wine asli. Hasil dari fermentasi metode ala Indonesia itu disebut sebagai kopi wine.

Memang dibutuhkan ketelatenan tinggi dalam proses pembuatan kopi wine  karena  jika salah sedikit bisa membuat kopi gagal fermentasi bahkan bisa membuat biji kopi justru menghasilkan racun.

Salah satu petani kopi yang juga sebagai pembuat kopi wine di Desa Gombengsari Sahnawi mengatakan, Proses fermentasi kopi terlebih dahulu diawali dengan mencuci cheri kopi yang telah dipetik dari kebun, petani kopi menyebutnya hasil petik merah.  

Selanjutnya proses dilanjutkan dengan pengeringan dengan cara dijemur kurang lebih  5 hingga 7 jam  jika cuaca sedang cerah. Untuk meciptakan kopi wine yang berkualitas kopi proses penjemuran hasru terpapar langsung dengan sinar matahari.

“Untuk proses awal ini memang benar-benar harus diperhatikan, karena nantinya yang akan menjadi penentu kopi berhasil difermentasi atau justru gagal. Kayak seperti pencucian biji kopi hasil petik merah harus benar-benar bersih karena kalau masih ada kotornya akan menjadi bakteri jamur pada saat dipermentasi,” ujar Sahnawi.

Proses penjemuran juga harus terpapar langsung matahari. Durasinya setengah hari, sekitar 5 sampai 7 jam.

"Kopi tidak bisa dikeringkan dengan mesin pengering kayak open seperti itu, karena hasilnya tidak akan bagus bahkan cenderung gagal,” tambahnya.

Kata Sahnawi, setelah kopi sudah kering, selanjutnya biji kopi memasuki tahap fermentasi. Proses fermentasi ini bisa dilakukan dengan cara dibungkus dengan pelastik maupun dengan tong atau tepat lainya yang dirasa bisa untuk digunakan fermentasi.

“Proses ini membutuhkan waktu sekitar 41 hari, dengan skala pengecekan seminggu sekali untuk memastikan kopi tidak menggumpal dan terjadi  gagal fermentasi. Proses fermentasinya harus 41 karena jika melebihi justru tanin yang keluar memunculkan racun berupa sianida dan arsenik sehingga ini cukup berbahaya,” tambah Sahnawi.

Kata Sahnawi, setelah proses 41 hari, kemudian kopi yang sudah difermentasi kembali dikeringkan untuk memastikan kadar airnya sudah hilang. Setelah itu cheri kopi dikupas diambil bijinya.

“Kemudian biji kopi langsung dirosting. Dalam proses ini juga membutuhkan ketelitian karena nantinya akan menentukan  rasa dan aroma yang muncul. karena apabila terlalu lama rostingnya akan membuat rasa kopi pahit sekali dengan aroma yang memudar, begitu juga sebaliknya jika kurang rasa kopi akan sepat,”paparnya

Menurut Sahnawi, dia mempelajari  pembuatan kopi wine ini sejak tahun 2018 dari temannya  pernah bekerja di China dan membuat kopi dengan aroma madu atau honey procces.

“Alhamdulillah bisa dan berhasil sampai sekarang ini,” tambahnya.

2 dari 3 halaman

Kirim Kopi Wine Produksi Banyuwangi ke Jepang

Sahnawi mengatakan, setiap jenis kopi memiliki citra rasa masing-masing, tergantung selera penikmat kopi memilih jenis kopi kesukaanya. Seperti salah satu contohnya kopi wine jenis Arabika. Kopi jenis ini ketika diseduh aroma anggur akan tercium. Aroma ini kata dia, lebih cocok bagi penikmat kopi yang suka dengan aroma yang kuat.

“Begitu juga dengan wine kopi excelsa, meski sedikit  dari pecinta kopi di Indonesia yang minum varitas kopi Liberika ini tapi juga mempunyai citarasa tersendiri,” tambahnya.

Kopi Wine ini menurut Sahnawi, banyak digemari di negara Jepang. Bahkan kopi wine produksinya  setiap bulan dikirim ke Jepang untuk memenuhi permintaan pasar.

“Saya juga kirim kopi wine ini ke Jepang. Kalau di Jepang yang paling laku banyak yaitu kopi wine arabika dan exelsa ,” tuturnya.

Sementara itu, untuk jenis kopi wine Robusta sendiri memiliki rasa pahit dengan sedikit rasa anggur. Jenis wine Robusta kurang banyak digemari karena aroma dan rasa tidak terlalu kuat. Oleh sebab itu kopi wine jenis Robusta memiliki harga jual rendah.

Untuk biji kopi wine jenis arabika dan exelsa yang sudah diroasting dibandrol Rp 1 juta. Sedangkan untuk kopi wine jenis robusta Rp 400.000 untuk pesanan  luar negeri.

“Kalau untuk lokal Banyuwangi untuk biji kopi wine arabika dan exelsa saya jual Rp 500 ribu hingga 600 ribu,” tegasnya.

3 dari 3 halaman

Kopi Wine Tidak Memabukkan

Pemerhati kopi Banyuwangi Emir Yusuf menegaskan kopi wine tidak memabukan karena tidak mengandung alkohol meski telah dipermentasi selama 41 hari. Menurut dia, kopi wine ini hanya memiliki aroma dan cita rasa seperti wine saja.

“Kopi wine ini tidak memabukan sehingga aman untuk dikonsumsi. Meski melalui permentasi tapi tetap aman, karena tidak ada kandungan alkoholnya,”kata Emir.

Kata Emir, kopi wine ini mulai dikenal dikalangan penggemar kopi sekitar tahun 2014 lalu. Meski demikian, keberadaan kopi wine ini, hingga saat ini  belum mampu menjadi primadona di kalangan penggemar kopi terutama di wilayah Banyuwangi.

“Mungkin karena harganya yang cukup mahal ya. Jadi masyarakat lebih cendrung membeli kopi biasa. Saat ini yang menjadi favorit kalangan penggemar kopi justriu kopi jenis robusta murni itu banyak sekali diminati. Jadi kopi wine ini hingga saat ini belum mendapatkan tempat special dikalangan pencita kopi Banyuwangi,” tambahnya.

Selain itu, kopi wine ini, juga tidak masuk komuditas kopi yang diekspor. Alasannya kopi wine ini sudah melalui fermentasi sehingga bukan biji kopi murni.

“Kopi wine ini juga tidak masuk katagori kopi yang bisa diekspor. Karena sudah difermentasi. Kalau ekspor itu permintaanya harus yang kopi murni jadi kopi wine ini tidak masuk,”tambahnya

Meski demikian kata Emir, kopi wine ini, tetap mendapatkan tempat tersediri dari kalangan penikmat kopi yang cocok dengan citar rasanya. Sehingga kopi wine sampai saat ini juga masih banyak yang memproduksi.

“Tetap ada penyukanya, karena kan minum kopi itu cocog cocogan kan. kayak contohnya saya cocknya dengan kopi luwak karen saya anggap enak dan pas di lidah saya, tapi belum tentu orang lain cocog juga akan, seperti itulah kopi,”pungkasnya