Liputan6.com, Banyuwangi - Pedagang kembang di Banyuwangi memetik berkah dari banyaknya peziarah yang membeli dagangan mereka untuk nyekar menjelang Ramadhan.
Baca Juga
Ita, salah satu pedagang kembang dadakan mengaku dagangannya mulai diserbu pembeli sejak pagi hari. Ia dan pedagang dadakan lain di lokasi yang sama akan berjualan hingga H-1 Ramadan.
Advertisement
"Hari ini sudah ramai. Biasanya mendekati Ramadan makin ramai," kata Ita, Senin (20/3/2023).
Ita membawa aneka jenis kembang untuk dijual sebagai bunga tabur para peziarah. Bunga-bunga itu seperti mawar, melati, kenaga, dan sedap malam. Bunga itu dicampur dan dijual dalam kemasan keresek senilai Rp 5 ribu per bungkus. Pembeli juga bisa meminta jumlah kembang dengan nominal lain, seperti Rp 3 ribu atau Rp 7 ribu per bungkus.
Kembang-kembang yang didagangkan di sana tak hanya didapat dari Banyuwangi. Ita dan pedagang lain juga mendatangkan bunga-bunga dari daerah lain untuk memenuhi kebutuhan para pembeli, antara lain dari Jember dan Bali.
Pedagang kembang lainnya, Firda, menjelaskan, pedagang kembang dadakan hanya muncul saat momen-momen tertentu. Salah satunya saat menjelang Ramadan. Pada saat seperti itu, beberapa orang pedagang berjejer di pinggir jalan arah pasar. Pembeli paling ramai datang saat pagi dan sore hari.
"Biasanya mulai ramai sekitar pukul 9 pagi. Nanti ramai lagi sekitar pukul 3 sore," katanya.
Hasil dari berjualan bunga pun tergolong lumayan. Ita, Firda, dan para pedagang kembang lainnya bisa meraup uang antara Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta per hari.
"Iya, kalau sampai sore bisa dapat sampai Rp 1 juta," ujar Firda.
Para pembeli kembang di Pasar Banyuwangi bukan hanya berasal dari kecamatan setempat. Warga dari daerah lain ke kebetulan sedang melintas turut membeli kembang untuk menyekar makam leluhurnya.
Nyekar Tradisi Muslim Jawa
Nyekar merupakan salah satu tradisi masyarakat muslim di Jawa. Mereka memanfaatkan momen-momen khusus seperti menjelang Ramadan untuk berkunjung ke kuburan sesepuhnya. Selain menabur bunga, masyarakat muslim biasanya turut membersihkan makam dan membacakan doa dalam setiap kali datang ke makam untuk nyekar.
Beberapa literatur menyebut, tradisi nyekar diyakini mulai terjadi di era para wali. Mereka melanjutkan tradisi penghormatan terhadap roh leluhur dalam upaya mengislamkan masayrakat Jawa yang saat itu mengaut Hindu-Budha. Tradisi nyekar dimodifikasi dengan balutan ajaran Islam.
Advertisement