Sukses

Polisi Bekuk Sindikat Penjual Kode OTP Kartu Seluler, Dijual Melalui Website di Rusia

Polres Probolinggo Kota menangkap sindikat kriminali yang memanfaatkan teknologi informasi dengan modus illegal akses atau akses tanpa ijin. Para pelaku pemanipulasi nomor perdana telepon selular (ponsel) dan data administrasi kependudukan.

Liputan6.com, Probolinggo - Polres Probolinggo Kota menangkap sindikat kriminali yang memanfaatkan teknologi informasi dengan modus illegal akses atau akses tanpa izin. Para pelaku pemanipulasi nomor perdana telepon selular (ponsel) dan data administrasi kependudukan.

Sebanyak 6 orang terduga anggota sindikat dari berbagai daerah di Indonesia itu ditangkap bersama barang bukti, di antaranya ribuan kartu perdana, SIM boks, 2 unit mini PC,4 unit monitor PC, perangkat untuk memanipulasi nomor ponsel dari pengguna ke penerima.

“Sindikat ini termasuk kejahatan baru di Indonesia, termasuk di Probolinggo baru pertama kali terjadi yang aksesnya sampai ke Rusia,” ujar Kapolres Probolinggo Kota AKBP Wadi Sa’bani, Kamis (13/4/2023).

Wadi Sa’bani, mengaitkan dengan asal muasal buzzer-RP, munculnya akun-akun anonim, penipuan online yang pelakunya bahkan dari belahan benua lain. Termasuk, seseorang yang tiba-tiba diuber-uber pihak pinjaman online (pinjol) padahal yang bersangkutan tidak pernah berususan dengan pinjol.

“Jadi kejahatan yang memanfaatkan teknologi informasi inilah yang dijalankan sindikat ini. Modusnya yaitu mengaktifkan (registrasi) ribuan kartu perdana ponsel dengan memanfaatkan data adminduk. Kartu ponsel hingga kode OTP (One Time-Password) kemudian dijual ke luar negeri,”jelas AKBP Wadi.

Seperti diketahui, kode OTP adalah kode password yang hanya bersifat sementara, yang ditujukan untuk melakukan proses verifikasi pada aplikasi smartphone.

“Ternyata kode OTP ini dijual melalui website di Rusia,” lanjut AKBP Wadi.

Enam anggota sindikat ini akhirya diringkus adalah AA (25) warga Kabupaten Probolinggo, YS (34), warga Kota Probolinggo, CD (26) warga Sidoarjo, ES (35) warga Sidoarjo, FH (38) warga Kabupaten Bogor, dan M (28) warga Kabupaten Probolinggo.

2 dari 3 halaman

Teregristasi Dengan Data Milik Orang Lain

Penangkapan keenam pelaku, kata Kapolres Probolinggo Kota bermula, saat Polisi menyelidiki dugaan manipulasi kartu perdana ponsel di sebuah kios di Probolinggo.

Polisi akhirnya mendapatkan informasi dari MA, warga Kecamatan Wonomerto, Kabupaten Probolinggo bahwa ia telah membeli kartu perdana ponsel yang telah diregistrasi.

Dari hasil interogasi, Sabtu, 1 April 2023 itu, polisi berlanjut mendatangi konter penjualan kartu ponsel milik AA, warga Desa Tempurtan, Kecamatan Bantaran, Kabupaten Probolinggo.

“Di tempat tersebut, polisi menemukan AA yang sedang meregistrasi kartu perdana,” kata AKBP Wadi.

AA pun diamankan beserta sejumlah barang bukti seperti, alat registrasi mulai dari laptop dan komputer yang terhubung dengan SIM box yang berisi kartu-kartu perdana, serta beberapa boks kartu perdana.

Kartu-kartu perdana itu sudah teregistrasi aktif dengan data adminduk milik orang lain. Dari hasil pemeriksaan, AA meregistrasi dan menjual kartu perdana dengan menggunakan data orang lain. Selanjutnya AA menjual kode OTP kartu perdana tersebut melalui website di Rusia secara online.

Dari pengakuan AA, polisi mengembagkan penyelidikan dengan menangkap YS, Senin, 3 April 2023. Dari tangan AA, polisi mengamankan SIM box dan kartu-kartu perdana ponsel yang telah diregistrasi.

“Kami kemudian meringkus ED dan CD warga Sidoarjo yang juga menyuplai kartu perdana,” kata AKBP Wadi.

3 dari 3 halaman

Melibatkan Perangkat Desa

Dan terakhir petugas, menangkap M, perangkat desa di Kecamatan Bantaran yang menyuplai NIK kependudukan kepada AA.

“M yang perangkat desa punya kemampuan mendapatkan data administrasi kependudukan. Ia menjual data kependudukan Rp300 ribu per desa,”terang AKBP Wadi.

Sindikat ini bergerak di Probolinggo sejak sejak 2017 silam. Mereka beromzet sebesar Rp160 juta per bulan. Yakni, dengan menjual kode OTP sebesar Rp130 juta dan menjual kartu perdana ponsel Rp30 juta per bulan.

Yang jelas, para pelaku akan dijerat pasal 35 junto pasal 51 ayat 1 UU RI Nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan pasal 77 junto 94 UU RI Nomor 24 tahun 2017 tentang Administrasi Kependudukan junto pasal 55 KUHP.

“Mereka terancam hukuman 12 tahun penjara dan denda maksimal Rp12 miliar,”pungkas Kapolres Probolinggo Kota.