Sukses

Tolak Restorative Justice Kasus Peneliti BRIN Andi Pangerang, LBH Muhammadiyah Yakin Polisi Profesional

Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Nasrullah menegaskan pihaknya menolak upaya restorative justice terhadap kasus peneliti Badan Riset dan Inovasi (BRIN) Andi Pangerang Hasanuddin.

 

Liputan6.com, Jakarta - Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Nasrullah menegaskan pihaknya menolak upaya restorative justice terhadap kasus peneliti Badan Riset dan Inovasi (BRIN) Andi Pangerang Hasanuddin.

Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik (LBH AP) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah  memberikan apresiasi terhadap Polri yang telah dengan cepat memproses laporan kasus dugaan ujaran kebencian Andi Pangerang (AP) Hasanuddin. Pihak kepolisian pun diyakini akan profesional mengusut perkara tersebut.

“Tindakan tegas Bareskrim Polri dengan menangkap dan menahan Andi Pangerang Hasanuddin telah memberikan rasa keadilan kepada jutaan warga Muhammadiyah yang tersakiti atas pernyataan APH di media sosial,” tutur Direktur LBH AP PP Muhammadiyah Taufiq Nugroho, Selasa (2/5/2023).

Menurut Taufiq, warga Muhammadiyah telah menahan diri dan mempercayakan masalah tersebut ke Polri. Tindakan terkini dari aparat kepolisian pun dinilai telah menjawab kepercayaan masyarakat.

“Selanjutnya kami percaya Bareskrim Polri akan memproses perkara ini dengan profesional dan presisi, sehingga dalam pengembangan perkara nanti diharapkan TDJ (Thomas Djamaludin) yang diduga terkait dan terlibat dalam perkara ini juga segera ditingkatkan statusnya menjadi tersangka, kemudian ditangkap dan ditahan seperti APH,” kata Taufiq.

Polisi menangkap dan menetapkan status peneliti BRIN sebagai tersangka ujaran kebencian. Pada saat hendak ditangkap, peneliti BRIN itu sempat meminta perlindungan.

"Pada saat penangkapan Beliau tidak melakukan perlawanan, yang bersangkutan minta perlindungan, sudah ketakutan," ujar Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Adi Vivid Agustiadi Bachtiar saat konferensi pers, Senin (1/5/2023).

AP Hasanuddin ditetapkan menjadi tersangka usai melontarkan pernyataan ujaran kebencian dengan nada ancaman membunuh dan menghalalkan darah warga Muhammadiyah.

Adi menjelaskan ujaran kebencian itu dilontarkan Andi Pangerang lantaran emosi terkait perbedaan penetapan awal Idul Fitri 1444 Hijriah antara Muhammadiyah dengan pemerintah.

"Dia tidak sadar bahwa kata-katanya membangkitkan amarah seluruh umat Muhammadiyah," ucap Adi.

 

2 dari 2 halaman

Dijerat UU ITE

Adi menilai bahwa AP Hasanuddin sejatinya tidak sungguh-sungguh akan melakukan tindak pembunuhan terhadap warga Muhammadiyah seperti apa yang diucapkannya. Terlebih Pangareng merupakan sosok peneliti yang berlatar belakang keilmuan.

"Saya rasa tidak (benar-benar melakukan pembunuhan) karena yang bersangkutan latar belakangnya adalah keilmuan dan yang saya sampaikan diawal, dia lelah, capek karena perdebatan (awal lebaran) sehingga mengeluarkan kata-kata tidak pantas. Tidak ada kewujudan untuk benar-benar mau membunuh, tidak ada," ungkap Adi.

Peneliti BRIN itu pun ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 45 a ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang ITE dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar dan Pasal 45 B juncto Pasal 29 Undang-Undang ITE, dengan ancaman tidak ada penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp750 juta.

"Terhadap perkara ini yang bersangkutan akan kita lakukan penahanan, kemudian penahanan dilakukan di rutan Bareskrim terhitung hari ini," kata Adi.