Liputan6.com, Banyuwangi - Generasi Z (Gen Z) tengah dihadapkan persoalan serius tentang masalah kesehatan. Salah satu yang paling mengancam generasi ini adalah obesitas. Kondisi kelebihan berat badan yang dapat memicu berbagai macam penyakit.Â
Akademisi Sekolah Ilmu Kesehatan dan Ilmu Alam (SIKIA) Unair Banyuwangi menilai persoalan itu tidak boleh dibiarkan begitu saja.
Baca Juga
Generasi muda harus diberi pemahaman akan segala potensi bahaya dari obesitas. Oleh karenanya SIKIA Unair bakal membentuk kader untuk mencegah terjadinya obesitas pada remaja dan anak-anak.
Advertisement
Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat SIKIA Unair Banyuwangi, Septa Indra Puspikawati, mengatakan prevalensi kasus obesitas di Indonesia cenderung meningkat.
Bila dulu rata-rata hanya menimpa kalangan dewasa, trend kasus obesitas kini juga banyak dialami anak-anak dan remaja.
Obesitas memang bisa terjadi karena faktor genetik. Akan tetapi berbagai hal dapat memperbesar peluang terjadinya obesitas pada anak dan remaja. Seperti pola konsumsi yang tidak sehat dan pola hidup yang cenderung tidak teratur.
"Apalagi sekarang menjamur minuman manis kemasan. Di pasaran harganya murah. Anak-anak sekarang bisa dikatakan hampir setiap hari mengkonsumsi minuman tersebut," kata Septa, Minggu (28/5/2023).
Kondisi itu diperparah dengan minimnya aktivitas fisik. Hadirnya gadget membuat generasi ini malas bergerak. Oleh karenanya, Gen-Z lekat dengan predikat generasi rebahan.Â
"Sebelum era smartphone, bermain dilakukan secara langsung, tentu mengharuskan tubuh bergerak. Saat ini era-nya serba gadget, jadi anak-anak jarang beraktifitas fisik. Kurangnya aktifitas fisik memperbesar peluang terjadinya obesitas," ujarnya.
Septa menegaskan, masyarakat perlu tahu bahwa obesitas tidak sekadar fenomena kenaikan berat badan. Bisa dikatakan obesitas adalah salah satu gerbang masuknya berbagai macam penyakit mematikan. Sebut saja syndrom metabolik, hipertensi, diabetes, asma hingga penyakit jantung.
"Oleh sebab itu, SIKIA Unair mencoba memberikan edukasi dengan aktif melakukan upaya pencegahan," tegasnya.
Langkah yang akan dilakukan adalah dengan membentuk kader yang terdiri dari mahasiswa dan pelajar. Totalnya ada puluhan kader yang direkrut. Berasal dari SMA Giri, SMA Glagah, Stikes dan dari SIKIA Unair.
Mereka nantinya ditugaskan menjadi corong informasi yang mengadvokasi bahaya obesitas kepada teman sebaya dan masyarakat luas. Kemudian berfokus melakukan upaya pencegahan agar trend obesitas pada anak dan remaja dapat ditekan.
Â
Â
Kader Diajari Menghitung IMT
Kepada para kader, SIKIA Unair memulai dengan memberikan materi strategi pencegahan dan penanganan bagi penyitas obesitas.
Pemberian materi berlangsung di kampus SIKIA Unair yang berada di Kelurahan Mojopanggung, Banyuwangi, Sabtu (27/5/2023).
Dua pemateri hebat diundanghadirkan, diantaranya Profesor Mu Li dari Universitas Sidney dan Mulya Agustina, S. Gz., M.Si dari Stikes Banyuwangi.
Selain materi umum nantinya para kader juga akan diajari bagaimana menentukan indikator seseroang yang dikatakan mengalami obesitas. Caranya adalah dengan menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT) atau membagi berat badan dengan tinggi badan.
Hasil perhitungan lalu dirujuk pada tabel indikator berdasarkan klasifikasi WHO. Dikatakan normal bila hasil perhitungan IMT di range 18,5 hingga 22,9.
Bila hasilnya di bawah 18,5 maka dikatakan kekurangan berat badan. Bila hasilnya lebih dari 23 - 24,9 dikatakan kelebihan berat badan.
Kemudian 25 - 29,9 disebut obesitas I. Bila angkanya lebih dari 30 maka disebut obesitas II. "Para kader nantinya akan diajari bagaimana cara menghitung IMT," tegasnya.
Advertisement