Liputan6.com, Surabaya - Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jatim menangkap Setiyo Rini (SR) asal Lumajang, pelaku penipuan Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Hongkong, Taiwan dan Indonesia, dengan bisnis trading palsu Alfa Forex Trading yang dikelolanya, dan meraup keuntungan pribadi sebesar Rp 3,7 miliar.
Kapolda Jatim Irjen Pol Tono Harmanto mengatakan, penipuan trading ini dilakukan oleh seorang PMI terhadap sesama PMI. Dari kasus ini pihaknya mengamankan pelaku berinisial SR binti AS. Dan korban TRN warga Ponorogo beserta 258 korban yang tersebar di seluruh Indonesia, Hongkong dan Taiwan.
Baca Juga
"Dari kasus ini, kerugian yang diderita para korban mencapai Rp 3,4 miliar. Dengan terbongkarnya kasus ini, semoga PMI yang ada disana bisa mengetahui dan tidak tertipu dengan kasus yang sama," ujar Irjen Tono di Mapolda Jatim, Selasa (30/5/2023).
Advertisement
Dirreskrimsus Polda Jatim Kombes Pol M Farman menambahkan, tersangka SR ini saat itu bekerja di Hongkong dan melakukan trading dengan aplikasi Trade-W yang diketahuinya dari majikannya pada 2014.
"Pada Oktober hingga Desember 2021, SR menawarkan bisnis trading dengan nama Arfa Forex Trading kepada para korban melalui akun WhatsApp," ucapnya.
Kepada para korban, lanjut Kombes Farman, SR menjanjikan keuntungan sebesar 15-20 persen per minggu, serta uang modal bisa ditarik setelah 15 minggu dari mulai deposit.
"Namun para korban menyetorkan uang dengan jumlah variatif, keuntungan yang dijanjikan tidak lancar bahkan tidak ada," ujar Kombes Farman.
Uang modal pun tidak bisa ditarik tanpa ada alasan yang jelas dan korban dirugikan.
"Trading Arfa Forex Trading milik tersangka SR ini tidak berbadan hukum alias ilegal," ucap Kombes Farman.
Â
Amankan Barang Bukti
Adapun barang bukti yang disita diantaranya satu bendel formulir pendaftaran Arfa Forex Trading dengan sponsor atas nama DM, satu bendel formulir pendaftaran Arfa Forex Trading dengan sponsor atas nama SM, satu buah buku rekening Bank dan satu buah kartu ATM.
Guna mempertanggungjawabkan perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 45A Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Jo Pasal 28 Ayat (1) Undarig-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta Pasal 378 KUHP.
"Untuk Pasal 45A ayat 1, ancaman pidana penjara maksimal 6 tahun dan Rp 1 miliar. Sementara untuk Pasal 378 KUHP ancaman pidana penjara empat tahun," ujar Kombes Farman.Â
Advertisement