Liputan6.com, Jakarta Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Jatim Kombes Pol Farman mengaku pihaknya menjadi korban praktik mafia tanah pada kasus sengketa gedung Grha Wismilak Surabaya. Karena praktik mafia tanah sejak 1993 hingga 2019, aset Polri jatuh ke tangan pihak swasta.
Kombes Farman berkomitmen akan memberantas mafia tanah di wilayah hukum Polda Jatim. Menurutnya, penipuan mafia tanah bisa menimpa siapa saja. Untuk itu, pihaknya mengimbau masyarakat berhati-hati dalam melakukan transaksi jual beli tanah.
"Kami saja polisi bisa tertipu, bagaimana dengan masyarakat umum? Siapapun bisa menjadi korban mafia tanah," ucapnya, Kamis (17/8/2023).
Advertisement
Kombes Farmas menceritakan, berawal pada Maret 2023, Kapolda Jatim Irjen Toni Harmanto mengintruksikan agar ada pengecekan aset-aset Polri di wilayah Jawa Timur.
Polda Jatim akhirnya mendapati fakta baru bahwa gedung yang berlokasi di Jalan Raya Darmo nomor 36-38 merupakan aset milik Polri.
"Gedung tersebut sebelumnya merupakan kantor polisi sejak tahun 1945, hingga terakhir menjadi Mapolresta Surabaya Selatan. Aset ini berpindah ke tangan pada 1993," ujarnya.
Dari hasil supervisi, diketahui bahwa Polri seharusnya memiliki aset dari kompensasi yang dijanjikan lewat alih lahan Gedung Wismilak seluas 4.000 meter di wilayah Dukuh Pakis yang saat ini menjadi kantor Polsek Dukuh Pakis.
Selain mendapat kompensasi tanah seluas 4.000 meter persegi, polisi juga dijanjikan bangunan pengganti Mapolresta dan kendaraan operasional untuk patroli.
Kompensasi ini dijanjikan usai terbit Hak Guna Bangunan (HGB) 648 dan 649 pada Gedung Mapolresta Surabaya Selatan saat itu (Gedung Grha Wismilak). Anehnya, HGB sudah keluar saat gedung masih ditempati sebagai Mapolresta Surabaya Selatan.
"Objek ini ditempati polri tahun 1945 hingga 1993 tanpa putus. Terakhir, tahun 1993 masih ditempati sebagai Mapolresta Surabaya Selatan. Anehnya, pada saat objek ini masih ditempati, kok bisa muncul HGB," ungkap Kombes Farman.
Selain itu dari hasil pendalaman, ketiga kompensasi yang dijanjikan tidak didapat Polri. Tanah seluas 4.000 meter persegi yang dijanjikan ternyata tak pernah ada, begitu pula dengan bangunan, apalagi kendaraan operasional Polri.
Terkait lahan di Dukuh Pakis, dalam sejarahnya, Kapolda Jatim saat itu meminta izin pada Pemkot Surabaya untuk memindahkan kantor polisi di lahan milik Pemkot. Namun, lahan tersebut ternyata berstatus pinjam.
"Lahan yang ditempati itu bukan tanah kompensasi. Melainkan tanah pinjaman, yang kemudian baru dihibahkan oleh Pemkot Surabaya pada 2019," ucap Kombes Farman.
SK Tidak Terdaftar
Pada 1992 memang ada data tentang HGB mati yang kemudian menjadi dasar jual beli hingga penerbitan HGB baru. Namun, soal itu masih didalami pihaknya.
"Jika memang ada HGB mati, dan objek yang masih ditempati Polrestabes Surabaya Selatan tahun 1992, mana mungkin ada proses jual beli, kecuali memang sudah ada itikad tidak baik," kata Kombes Farman.
HGB yang diklaim Wismilak dibeli secara sah adalah HGB 648 dan HGB 649. Dalam lembar tersebut, tertulis bahwa HGB ini berdasarkan SK Kanwil BPN nomor 1051 dan 1052 yang terbit pada 22 Juli 1992.
Hasil pendalaman Polda Jatim, SK tersebut ternyata tidak terdaftar atau tidak teregistrasi di BPN. Sehingga tidak mungkin HGB muncul berdasarkan SK yang tidak terdaftar di BPN.
Karena itu HGB yang diklaim Wismilak telah dibeli secara sah ini cacat hukum. "Hasil dari gelar kemarin diputuskan bahwa HGB dimaksud cacat hukum, cacat administrasi dan cacat yuridis dalam penerbitannya," tegas Kombes Farman.
Advertisement