Liputan6.com, Surabaya - Seniman tradisional ludruk Cak Kartolo mendapat penghargaan Jer Basuki Mawa Beya Emas saat upacara peringatan HUT ke-78 RI di Gedung Negara Grahadi Surabaya.
Kartonol dinilai berkontribusi atas pelestarian kesenian tradisional khas budaya "Arek", khususnya tari remo dan kidungan "jula-juli" yang merupakan bagian dari pertunjukan ludruk.
"Cak Kartolo itu legend. Pelawak dan juga budayawan ludruk yang dimiliki Indonesia," katanya Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa usai menyerahkan penghargaan Jer Basuki Mawa Beya Emas.
Advertisement
Kartolo berharap dari penghargaan Jer Basuki Mawa Beya Emas yang diraihnya dapat memacu generasi muda untuk mencintai serta melestarikan kesenian tradisional "Jawa Timuran", khususnya ludruk.
"Kita, khususnya generasi muda, harus belajar ludruk yang asli itu seperti apa," ujarnya.
Cak Kartolo juga tidak mempersoalkan seniman generasi muda yang saat ini menggeluti kesenian ludruk modern.
"Ludruk modern juga gak apa. Pokok patokan dalam pertunjukannya tetap terdiri dari tari remo, ngidung 'jula juli' dan lawakan," tuturnya.
Cak Kartolo kini berusia 77 tahun. Seniman kelahiran Prigen, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, yang cuma lulusan Sekolah Rakyat itu telah menggeluti kesenian ludruk "tobong", atau pentas dengan berpindah-pindah tempat, sejak tahun 1970-an dan masih eksis sampai sekarang.
Di antaranya telah menghasilkan sebanyak 79 episode audio cerita ludruk dalam bentuk kaset, yang direkam sejak 1980-an. Potongan-potongan dari rekaman lawakannya tersebut sampai sekarang viral di media sosial.
Antre BLT
Kehidupan Cak Kartolo sempat menjadi sorotan saat masa sulit pandemi virus Covid-19. Pembatasan terhadap beragam kegiatan saat ini, membuat Kartolo tidak bisa manggung dan mendapat pemasukan.
Â
Meski begitu, dia mengakui pemerintah tidak tinggal diam terhadap seniman tradisional yang terdampak ekonomi akibat pandemi COVID-19.
"Sebab saya juga terdata mendapatkan Bantuan Langsung Tunai atau BLT, yang sekali cair dapat Rp300 ribu itu," katanya.
Maka Cak Kartolo ikut mengantre di Kantor Pos dekat rumahnya setiap kali ada pencairan BLT.
"Tidak ada yang tahu kalau yang mengantre itu saya sebab pakai masker. Tapi petugasnya akhirnya tahu ketika melihat nama di KTP saya," ucapnya.
Cak Kartolo sempat berkelakar kepada petugas di Kantor Pos yang mengenalinya,
"Kalau BLT-nya langsung dicairkan penuh, gak usah dicairkan bertahap Rp300 ribuan seperti ini, kira-kira Kantor Pos-nya bangkrut nggak ya..".
Â
Â
Advertisement
Jual Rumah
Tak hanya itu, Cak Kartolo menawarkan rumah yang ditempati bersama keluarganya sejak Tahun 1984 di Jalan Kupang Jaya I Surabaya untuk dijual.
"Ini bukan ludrukan," katanya, serius.
Cak Kartolo menyatakan telah menawarkan rumahnya sejak sebelum pandemi. Saat itu ada yang menawar senilai Rp 6 miliar. Namun Cak Kartolo menunggu penawaran yang lebih tinggi.
Alasan ingin menjual rumahnya yang berukuran 440 meter persegi dengan bangunan dua lantai itu bukan semata karena terdampak ekonomi pandemi COVID-19.
"Hasil penjualan rumah akan dipergunakan untuk keperluan sekolah cucu-cucu saya," ucapnya.
Pernikahan Cak Kartolo dengan Ning Kastini membuahkan tiga orang anak. Anak pertama laki-laki, Agus Slamet, meninggal dunia ketika masih bayi.
Anak kedua perempuan, Gristia Ningsih, meninggal dunia sekitar tiga tahun lalu di usia 41 tahun, meninggalkan tiga orang anak yang kini salah satunya masih duduk di bangku kuliah, serta dua lainnya mengenyam pendidikan sekolah menengah kejuruan (SMK) di Surabaya, yang semuanya kini tinggal bersama Cak Kartolo dan Ning Kastini.
Selain itu, anak bungsu Cak Kartolo dan Ning Kastini, seorang perempuan bernama Dewi Trianti, memiliki dua anak yang masing-masing masih duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP) dan SMK.
"Semua cucu-cucu itu menjadi tanggungan saya. Biaya untuk masa depannya harus dipikirkan mulai sekarang. Saya kira bisa dimanaj dengan menjual rumah ini. Biar nanti saya pindah cari rumah yang lebih kecil," katanya.Editor: Masuki M. Astro