Sukses

Selain Vonis Penjara 9 Tahun, Hak Dipilih Eks Bupati Bangkalan Latif Amin Imron Dicabut 5 Tahun

Bupati Bangkalan nonaktif Abdul Latif Amin Imron atau Ra Latif divonis 9 tahun penjara terkait dengan kasus jual beli jabatan dan gratifikasi di lingkungan Pemkab Bangkalan.

 

Liputan6.com, Surabaya - Bupati Bangkalan nonaktif Abdul Latif Amin Imron atau Ra Latif divonis 9 tahun penjara terkait dengan kasus jual beli jabatan dan gratifikasi di lingkungan Pemkab Bangkalan.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa penjara selama 9 tahun, dan pidana denda Rp300 juta subsider 4 bulan penjara," kata Ketua Majelis Hakim Darwanto membacakan putusan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, pada Selasa (22/8/2023) malam.

Bupati Bangkalan periode 2018-2023 itu juga harus membayar uang pengganti senilai Rp 9,7 miliar dalam waktu satu tahun, dan bila tidak mampu membayar maka harta bendanya akan disita.

Apabila ternyata tidak memiliki harta untuk dibayarkan, hukumannya akan ditambah 3 tahun. 

Majelis Hakim juga masih menambah hukuman pada terdakwa, yaitu tidak boleh dipilih menjadi pejabat publik selama 5 tahun. 

"Menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak dipilih sebagai pejabat publik selama lima tahun sejak selesai menjalankan pidana," kata Ketua Majelis Hakim Darwanto. 

Vonis majelis hakim ini lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK yaitu 12 tahun. Hukuman denda juga turun karena tuntutan jaksa KPK adalah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjerat Bupati Bangkalan R Abdul Latif Amin Imron (RALAI) sebagai tersangka kasus dugaan suap jual beli jabatan di Pemkab Bangkalan dan dugaan penerimaan gratifikasi.

Ketua KPK Komjen Pol (Purn) Firli Bahuri menyebut diduga Abdul Latif menerima uang sebesar Rp 5,3 miliar. Menurut Firli, Abdul Latif menggunakan uang tersebut untuk meningkatkan elektabilitasnya.

"Penggunaan uang-uang yang diterima tersangka RALAI (Abdul Latif) tersebut diperuntukkan bagi keperluan pribadi, diantaranya untuk survey elektabilitas," ujar Firli dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kamis (8/12/2022) dini hari, dikutip dari Antara.

Firli menyebut, sebagai Bupati, Abdul Latif memiliki wewenang dalam menentukan langsung kelulusan para aparatur sipil negara (ASN) di Pemkab Bangkalan yang mengikuti proses seleksi maupun lelang jabatan.

Menurut Firli, selama 2019 hingga 2022 Abdul Latif membuka formasi seleksi pada beberapa posisi di tingkat Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) termasuk promosi jabatan untuk eselon 3 dan 4. Abdul Latif meminta fee melalui orang kepercayaannya.

Adapun ASN yang mengajukan diri dan sepakat memberikan sejumlah uang sehingga dipilih dan dinyatakan lulus oleh Abdul Latif yakni Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur Kabupaten Bangkalan Agus Eka Leandy (AEL), Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Bangkalan Wildan Yulianto (WY).

2 dari 2 halaman

Besaran Fee

Kemudian Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Bangkalan Achmad Mustaqim (AM), Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Bangkalan Hosin Jamili (HJ), dan Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Bangkalan Salman Hidayat (SH).

Menurut Firli, besaran komitmen fee yang diberikan dan diterima Abdul Latif melalui orang kepercayaannya bervariasi sesuai dengan posisi jabatan yang diinginkan. Untuk dugaan komitmen fee dipatok mulai dari Rp 50 juta hingga Rp 150 juta.

Selain itu, diduga ada penerimaan sejumlah uang lain oleh Abdul Latif karena turut serta dan ikut campur dalam pengaturan beberapa proyek di seluruh Dinas di Pemkab Bangkalan dengan penentuan besaran fee sebesar 10 % dari setiap nilai anggaran proyek.

Firli menyebut, diduga Abduk Latif sudah mengantongi uang sekitar Rp 5,3 miliar. Uang itu digunakan untuk kepentingan pribadi di antaranya untuk survey elektabilitas.

"Disamping itu, tersangka RALAI juga diduga menerima pemberian lainnya di antaranya dalam bentuk gratifikasi dan hal ini akan ditelusuri dan dikembangkan lebih lanjut oleh tim penyidik," kata Firli.