Sukses

Bikin Ribet, Digitalisasi Perizinan Pembangunan Perumahan di Jatim Akibatkan Pengembang Bangkrut

Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Asosiasi Pengembang Perumahan, Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Jawa Timur, Makhrus Sholeh menyatakan, digitalisasi perizinan pembangunan perumahan malah membuat repot.

Liputan6.com, Surabaya - Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Asosiasi Pengembang Perumahan, Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Jawa Timur, Makhrus Sholeh menyatakan, digitalisasi perizinan pembangunan perumahan malah membuat repot.

"Beberapa jadi tambah sulit perizinannya. padahal harapannya digitalisasi bisa mempercepat. Seperti PDAM, dulu bisa langsung ke PDAM, sekarang harus ada konsultan. Kalau ngurus langsung ditolak, jika pakai konsultan maka biaya jadi lebih tinggi," ujarnya, usai Rapat Kerja Daerah (Rarkerda) DPD Apersi Jatim di Surabaya, Rabu (4/10/2023).

Makhrus mengatakan, berubahnya alur perizinan dan bertambahnya biaya dalam persiapan pengurusan perizinan bisa merugikan banyak pengembang.

Pasalnya, anggota Apersi Jatim 80 persennya merupakan pengembang kecil ataupun pengembang untuk rumah bersubsidi.

"Anggota kami 80 persen pengembang kecil atau FLPP. Jadi habis beli tanah langsung diolah. Bukan nunggu harga naik. Lah saat dikelola izin nggak keluar, akhirnya cashflow kami berat. Izin tidak selesai, tidak bisa jualan sambil bangun. Akhirnya hutang rentenir, kemudian bangkrut," ucapnya.

Menanggapi permasalahan tersebut, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak menyebut, digitalisasi perizinan perumahan menghadapi dua tantangan. Pertama yaitu interpretasi digitalisasi yang belum maksimal dalam artian banyak sistem yang sering error dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar.

"Bayangin kita disuruh ngetik panjang, begitu di submit kemudian error. Dan kita harus ngetik ulang. Ini user interfacenya tidak jalan. Kemudian misal manual ada banyak pilihan dalam opsi perizinan, di sistem online kadang pilihannya terbatas," ujarnya.

2 dari 3 halaman

Jadi Bahan Instrospeksi

Kedua saat berubah jadi digital, kata Wagub Emil, bisnis proses tidak disesuaikan terlebih dahulu. Sehingga tidak ada perkembangan bahkan bertabrakan sistemnya. Jadi misal semua digital tetapi sistem antar dinas masih paper base.

"Maka memang digitalisasi tidak menghilangkan peluang diskresi pengambil kebijakan. Ada kebijakan teknis, ada yang membutuhkan kepakaran. Yang bermasalah kalau tidak transparansi, orang jadi bertanya-tanya apa menyebabkan ditolak ini," ucapnya.

Untuk itu, lanjut Wagub Emil, keberadaan Apersi akan menjadi intropeksi bagi pemerintah daerah untuk mengupgrade dan menyesuaikan sistemnya. Dan di tingkat nasional nantinya bisa disampaikan Ketua Umum Apersi di tingkat kementrian.

"Resume-resume yang ada di Apersi akan kami bahas dengan dinas penanaman modal dan perizinan. Akan kami buat aturan perundangan yang perlu dibuat, kami akan buat kerangka perundang-undangan yang perlu kita optimalkan. Atau bahkan kami keluarkan pergub atau eksekusinya bagaimana," ujarnya.

3 dari 3 halaman

Sikap DPP Apersi

Ketua DPP Apersi Jatim Bidang Investasi, Adi Dharma menambahkan, adanya Online Single Submission (OSS) memerlukan perizinan yang runut. Sehingga jika salah atau izin belum keluar maka izin yang lain tidak akan bisa diproses.

"Bukan hanya IMB, perizinan sejak awal sudah mulai digitalisasi dan semakin kompleks. Kami kadang harus memakai konsultan untuk bisa mendapat izin. Termasuk Izin Pemanfaatan Air Tanah (SIPA) dan izin lainnya," ucapnya.

Sekretaris Satgas Saber Pungli, Irjen Pol Andry Wibowo yang juga hadir dalam acara tersebut mengungkapkan, ada beberapa permasalahan pungli yang kerap ditemukan di sektor pengembang perumahan.

Mulai dari sektor pertanaman, perijinan, pungli terkait permasalahan hukum, keamanan dan ketertiban umum hingga fasilitas umum dan pengembang.

 

 

Â