Liputan6.com, Jakarta - Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) Oktaria Saputra menegaskan HMI bersifat independen dalam berpolitik.
"Independen itu terbagi d ua, yakni independensi etis dan independensi organisatoris. Independensi etis berbicara tentang keutuhan moral dan kata-kata, independensi organisatoris berbicara mengenai keberpihakan HMI secara kelembagaan untuk memperjuangkan kepentingan umat dan bangsa," ujarnya Senin (23/10/2023).Â
Baca Juga
Itu sebabnya, dia menyayangkan tindakan oknum elite PB HMI yang terang-terangan mendukung capres-cawapres di Pemilu 2024.
Advertisement
"Fenomena adanya dukung mendukung tersebut, membuat panas kader HMI karena jelas-jelas bertentangan dengan Konstitusi HMI, yakni bagian yang mengatur tentang Sifat HMI yang independen," ujarnya.
Ketua Umum PB HMI misalnya, membuat pernyataan yang mengarah pada pujian yang tidak fair terhadap salah satu capres. Dia juga mengeluarkan statement lainnya, yakni dukungan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi mengenai batas pencalonan Capres-Cawapres bisa berusia di bawah 40 tahun, dengan pengecualian bagi mereka yang pernah menjabat sebagai Kepala Daerah.
"Pernyataan itu menimbulkan berbagai kritik baik di media sosial maupun secara langsung. Protes secara langsung dilakukan dengan cara demonstrasi di Sekretariat PB HMI Sultan Agung, yang datang dari kader-kader HMI di Jakarta," jelasnya.
Oktaria menambahkan, saat ini ada persoalan-persoalan urgent yang seharusnya masuk ke soroton PB HMI, contohnya masalah agraria yang terjadi di Rempang Batam.
"Dalam hal ini, PB HMI tidak memberikan sikap sedikitpun," ujarnya.
Begitu juga soal permasalahan global di Timur Tengah, PB HMI juga tinggal diam dengan tragedi kemanusiaan yang dilakukan Israel terhadap rakyat Palestina. Padahal, HMI adalah Organisasi Mahasiswa Islam tertua, di negara penduduk Islam terbesar di dunia.
Â
Putusan Mahkamah Konstitusi
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait batas usia capres-cawapres yang diajukan mahasiswa UNS bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Almas.
MK menyatakan batas usia capres-cawapres tetap 40 tahun, kecuali sudah berpengalaman sebagai kepala daerah.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Senin 16 Oktober 2023.
MK menyatakan, bila permohonan sebelumnya seperti Partai Garuda berbeda dengan permohonan yang diajukan mahasiswa UNS ini. Perbedaannya ada pada norma pasal yang dimohonkan.
"Terhadap petitum permohonan dalam perkara-perkara dimaksud dapat dikatakan mengandung makna yang bersifat 'ambiguitas' dikarenakan sifat jabatan sebagai penyelenggara negara tata cara perolehannya dapat dilakukan dengan cara diangkat/ditunjuk maupun dipilih dalam pemilihan umum. Hal ini berbeda dengan yang secara tegas dimohonkan dalam petitum permohonan a quo di mana pemohon memohon ketentuan norma Pasal 169 huruf q UU Nomor 17 Tahun 2017 dimaknai 'Berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota'," kata hakim MK.
Hakim MK menyatakan, dalam rangka mewujudkan partisipasi dari calon-calon yang berkualitas dan berpengalaman, Mahkamah menilai bahwa pejabat negara yang berpengalaman sebagai anggota DPR, anggota DPR, anggota DPRD, Gubernur, Bupati, dan Wali Kota sesungguhnya layak untuk berpartisipasi dalam kontestasi pimpinan nasional in casu sebagai calon Presiden dan calon Wakil Presiden dalam pemilu meskipun berusia di bawah 40 tahun.
Advertisement