Liputan6.com, Surabaya - Pemerintah telah menetapkan penerima gelar Pahlawan Nasional pada 10 November 2023. Dari 6 pahlawan nasional yang disetujui dan ditetapkan Presiden Joko Widodo, satu di antaranya adalah pahlawan asal Leuwimunding, Majalengka, Jawa Barat yaitu KH Abdul Chalim.
Meski berasal dari Jawa Barat, namun perjalanan hidup dan catatan sejarah Kiai Abdul Chalim justru banyak ditorehkan di Jawa Timur.
Pengasuh Pondok Pesanten Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokerto, Muhammad Habiburrahman atau Gus Habib mengisahkan sejumlah pemikiran dan rekam jejak Kiai Abdul Chalim. Gus Habib sendiri adalah cucu kiai Abdul Chalim.
Advertisement
"Kiai Abdul Chalim melihat perlunya memahamkan masyarakat bahwa Indonesia sedang dijajah, hanya tidak disadari oleh masyarakat," tutur Gus Habib, Minggu (26/11/2023).
Penerima award Tokoh Muda Nahdliyin Inspiratif 2023 dari Forkom Jurnalis Nahdliyin (FJN) ini menjelaskan, berangkat dari upaya memahamkan masyarakat tersebut, Kiai Chalim lalu membuat gagasan tentang lembaga pendidikan. Sehingga tidak heran ketika berada di Cirebon, Semarang, dan Surabaya mendirikan sekolah.
"Di Surabaya mendirikan Taswirul Afkar bersama Mbah Wahab Hasbullah," ungkap caleg DPR RI Dapil Jatim VIII ini.
Dalam sejarahnya, sepulang dari Makkah, Kiai Chalim bergabung dengan sahabatnya KH. Abdul Wahab Hasbullah yang memiliki komitmen untuk memerdekakan Indonesia. Ia membantu menangani dan mengelola organisasi-organisasi yang telah dirintis oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah, yaitu Nahdlatul Wathan yang kemudian menjadi Syubbanul Wathon.
Saat mendirikan Subbanul Wathon inilah KH. Abdul Chalim bersama dengan KH. Abdul Wahab Hasbullah membentuk Komite Hijaz yang bertujuan untuk mengorganisasikan ulama-ulama di Jawa dan Madura demi mencapai kemerdekaan Indonesia.
Komunikator Kunci
Dalam sejarah NU saat berdirinya Komite Hijaz, Kiai Chalim menjadi komunikator kunci antara para alim ulama seluruh Jawa. Kiai Chalim pula yang membuat surat undangan serta mengantarkan undangan ke seluruh Kiai di Jawa untuk menghadiri rapat Komite Hijaz.
KH. Abdul Chalim menulis surat undangan kepada seluruh ulama pesantren di Jawa dan Madura untuk hadir pada pertemuan yang diselenggarakan Komite Hijaz pada 31 Januari 1926. Isi surat yang menekankan pada tujuan kemerdekaan Indonesia mendapat respon yang luar biasa dari para ulama sehingga sebanyak 65 ulama hadir dalam pertemuan tersebut.
Dalam kepengurusan pertama Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Kiai Chalim menjabat sebagai wakil katib. Berbagai momen penting NU selalu dihadiri oleh Kiai Chalim.
"Kiai Chalim turut gerilya dalam perang 10 November 1945 di Surabaya yang diawali oleh Resolusi Jihad KH. Hasyim Asy'Ari. Pada tahun 1958 Kiai Chalim menjadi pelopor pembentukan Pergunu, sampai beliau wafat pada 11 April 1972," pungkas Gus Habib.
Â
Advertisement